Petani pun tidak berdaya, bahkan banyak petani di bernagai daerah membakar tembakau mereka di jalan jalan sebagai protes atas kebijakan pemerintah.
Separuh dari kebutuhan tembakau nasional didatangkan dari luar negeri. Jumlahnya mencapai 170 ribu ton dari 350 ribu ton yang dikonsumsi industri tembakau tiap tahun.
Separuh dari tembakau impor tersebut didatangkan dari Tiongkok. Tembakau impor inilah yang membuat harga tembakau petani jatuh. Padahal harga jual rokok tidak pernah turun.
Industri bahkan diduga rela membeli tembakau impor lebih mahal dibandingkan dengan harga beli mereka pada tingkat petani. Entah kenapa? Mungkin ini dikarenakan rantai pasokan dari impor jauh lebih lancar dibandingkan dengan memgumpulkan tembakau petani.
Mungkin negosiasi dengan importir jauh lebih mudah dibandingkan dengan negosiasi dengan ratusan ribu petani tembakau. Atau mungkin juga terjadi benturan antara bandar pengepul tembakau dengan perusahaan rokok besar?
Namun yang jelas tata niaga tembakau dalam negeri telah memposisikan petani tembakau sebagai kaum marginal. Makin lama makin marginal. Makin ke sini makin tersingkirkan sebagai stake holder dalam ekonomi tembakau nasional. Bukannya semarak kebahagiaan yang dirasakan petani saat panen. Malah ketakutan dan kesedihan harga tembakau jatuh.
Artikel ini ditulis oleh: