Jakarta, Aktual.co — Tim Divisi Hukum Mabes Polri keberatan terhadap saksi fakta yang dihadirkan pihak Novel Baswedan di antaranya Taufik Baswedan, yang merupakan kakak kandung Novel.
“Keberatan Yang Mulia, saudara saksi tidak dapat dijadikan saksi karena tidak objektif,” kata anggota Divisi Hukum Mabes Polri Joel Baner Toendan dalam sidang lanjutan praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6).
Keberatan tersebut, menurut Joel, didasarkan pada aturan dalam undang-undang bahwa saksi harus tidak ada hubungan darah dengan pemohon praperadilan dalam hal ini Novel Baswedan.
Menanggapi keberatan tersebut, Novel Baswedan yang juga hadir dalam persidangan beralasan bahwa kakaknya, Taufik, adalah saksi penting yang mengetahui proses penangkapan oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Polri pada 1 Mei lalu.
“Sehubungan pemeriksaan saya di Bareskrim, yang boleh memasuki ruang pemeriksaan hanya saudara dan keluarga. Jadi saudara saksi adalah saksi yang paling tahu tentang apa yang terjadi saat pemeriksaan,” kata Novel.
Karena pihak Novel tetap berkeras menghadirkan Taufik dalam persidangan maka hakim akhirnya menyetujui. “Saya tetapkan, diizinkan keterangan Taufik. Kalau keberatan, nanti dituangkan ke dalam kesimpulan,” ujar hakim tunggal Suhairi.
Setelah itu, perdebatan antara pihak Novel dengan Polri kembali terjadi saat pemeriksaan terhadap saksi kedua yang dihadirkan Novel yaitu Wisnubroto.
Wisnubroto merupakan Ketua RT 003 kawasan tempat tinggal Novel di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Perdebatan berawal ketika pihak Polri menanyakan kepada Wisnu tentang hukum acara pidana, termasuk hak kebebasan seseorang yang sudah mendapat surat penangkapan.
Atas pertanyaan tersebut, anggota tim kuasa hukum Novel, Asfinawati mengajukan keberatan karena pertanyaan tersebut dinilainya bukan merupakan kapasitas Wisnu selaku saksi fakta. “Pertanyaan termohon itu pendapat. Ini saksi fakta, bukan ahli.”
Hakim kemudian meminta kuasa hukum Polri mengajukan pertanyaan selanjutnya, namun lagi-lagi Polri kembali mempertanyakan pemahaman saksi tentang mekanisme penangkapan.
Kuasa hukum Novel akhirnya memotong pertanyaan pihak Polri dan meminta hakim menerima keberatan mereka. Pada titik itu ketegangan sempat meninggi karena pihak Polri beranggapan bahwa pertanyaan, yang diajukan masih menyangkut materi permohonan praperadilan Novel yaitu tentang prosedur penangkapan. “Anda yang terus memotong (pertanyaan) saya,” kata Joel.
Hakim kemudian menengahi dan meminta pihak Polri mengajukan pertanyaan yang sifatnya bukan pendapat. “Saya menerima keberatan pemohon, jadi tolong termohon cari pertanyaan lain,” ujar hakim.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan ahli dari pihak Novel tersebut, Wisnubroto selaku saksi mata yang mengetahui proses penangkapan Novel di kediamannya menjelaskan tentang kronologi penangkapan Novel oleh belasan orang penyidik Bareskrim Polri pada dini hari tanggal 1 Mei 2015.
Taufik Baswedan, kakak kandung Novel, menceritakan tentang peristiwa pemeriksaan dan penahanan Novel mulai dari Bareskrim Mabes Polri hingga ke Mako Brimob.
Novel dan tim kuasa hukumnya mempraperadilankan tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim Mabes Polri pada 1 Mei 2015.
Karena menilai ada kesalahan prosedur dalam tindakan tersebut, kuasa hukum Novel Baswedan meminta hakim praperadilan memutuskan tidak sah penangkapan berdasarkan surat perintah penangkapan tertanggal 24 April 2015 dan penahanan berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 1 Mei 2015.
Proses hukum terhadap Novel dimulai sejak Jumat (1/5) pagi yaitu sekitar pukul 00.30 WIB Novel dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri untuk dibawa ke Bareskrim.
Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau pasal 422 KUHP jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan terhadap enam pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Penembakan tersebut diyakini menjadi penyebab utama tewasnya salah satu pelaku yaitu Mulyan Johani alias Aan.
Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu (iptu) polisi dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu