Jakarta, Aktual.com – Analis pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, Indonesia dan negara-negara kawasan Asia Pasifik jangan salah faham dengan Australia, Inggris dan Amerika yang membentuk kerjasama keamanan trilateral AUKUS dengan kapal selam nuklir.

Pasalnya, siapapun negara di dunia ini termasuk Indonesia ke depannya pasti membutuhkan sumber tenaga atau energi dari nuklir. “Mau pakai tenaga apa lagi. Energi tidak terbarukan kan terbatas dan segera habis,” ujar Connie Rahakundini Bakrie di Jakarta, ditulis Kamis (7/10).

Australia yang membangun kapal selam bertenaga nuklir, karena memang terdorong oleh kebutuhan untuk mewujudkan supremasinya. Apalagi Australia memiliki area laut yang luas. Bagaimana mungkin Australia melakukan interoperabilitas bersama negara AUKUS jika tidak memiliki SSN/kapal selam bertenaga nuklir.

“Australia kan tidak dan belum ingin memiliki SSN. Jadi kita waspada harus, tetapi ya jangan kagetan,” tandasnya.

Karena nuklir merupakan energi terbarukan, Connie pun memastikan Indonesia bakal dan harus segera memanfaatkan nuklir sebagai energi. Asalkan tenaga nuklir tersebut digunakan untuk energi, riset dan teknologi kedokteran, foods securities dan lainnya dan bukan untuk tujuan perang.

“Suatu hari kita juga pasti harus punya alutsista bertenaga nuklir, termasuk kapal selam,” jelas dia.

Sebagian besar negara, secara subtansial juga sudah dilengkapi dengan senjata nuklir. Rusia memiliki 6.800 senjata nuklir, AS memiliki 6.185 senjata nuklir, India memiliki 150 hulu ledak nuklir. Sementara China dan Pakistan masing-masing memiliki 320 DAN 160 senjata nuklir.

Terkait berapa ideal Indonesia harus memiliki kapal selam, Connie mengungkapkan, setidaknya Indonesia harus memiliki 12-14 kapal selam dengan 4 kapal induk. Namun hal tersebut tergantung dari kebijakan dan
kepentingan nasional yang ingin dicapai dan dilakukan pemerintah.

Indonesia harus memiliki kebanggaan dan niat untuk menegakkan supremasinya seperti apa yang dilakukan negara – negara yang berlomba sekarang memasuki kawasan seperti Perancis, Inggris, Belanda, India, dan Jepang dengan kekuatan aliansi, militer dan persenjataannya.

“Tahun 2007, saya sudah sampaikan bahwa Indonesia perlu 12 kapal selam dan 4 kapal induk. Beberapa kelas harus bertenaga nuklir. Tidak mungkin tidak, itu keniscayaan,” beber dia.

Gagasan menjaga serta menjunjung tinggi supremasi negara, sambung Connie, telah dilakukan Soekarno, Presiden Indonesia pertama ketika Indonesia menjadi negara berkekuatan militer terbesar di bumi bagian selatan. Oleh karena itu harus dipastikan apakah yang ingin bangsa ini akan wujudkan pada tahun 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka.

Terutama jika tetap mempertahankan prinsip non blok atau non alignment yang akan sangat mahal tentunya di era dunia sudah saling dan semakin berintegrasi dan terintegrasi karena negara-negara tertentu di kawasan telah memiliki keunggulan militer yang siginifikan dengan ribuan pasukan dan infanteri yang maju, dipersenjatai dengan alutista bertenaga nuklir dengan dukungan kerjasama aliansi.

Diketahui, akhir-akhir ini perseteruan dan ketegangan di Laut China Selatan (LCS) semakin meningkat. Hal ini sampai melibatkan negara-negara di luar kawasan yang memiliki kepentingan di perairan tersebut. Amerika, Inggris dan Australia merupakan negara-negara yang meningkatkan kehadiran militernya, terutama angkatan lautnya di kawasan tersebut untuk membendung pengaruh China yang semakin besar.

Saat ini Australia, Inggris dan Amerika membentuk kerjasama keamanan trilateral AUKUS yang bertujuan untuk membendung pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik. Dan salah satu kesepakatannya adalah Australia akan membuat kapal selam nuklir untuk memperkuat angkatan lautnya.

Pembentukan AUKUS tersebut membuat hubungan negara AUKUS tersebut bersitegang dengan Prancis. Pasalnya, karena AUKUS Australia membatalkan secara sepihak kontrak pembelian kapal selamnya ke Prancis demi mendapatkan kapal selam nuklir buatan Amerika atau Inggris, yang membuat pemerintah Prancis meradang. Hal tersebut menunjukkan betapa seriusnya negara-negara tersebut menyikapi perkembangan isu LCS.

Sementara itu ditengah riuh rendah nya isu AUKUS, pembelian kapal selam nuklir oleh Australia dan potensi konflik di Laut China Selatan, Kemhan tidak menjelaskan strategi nya untuk memperkuat jajaran armada kapal selam milik TNI AL.

Misalnya apakah akan membeli kapal selam kelas nuklir atau kapal selam kelas kali yang tidak punya efek deteren sama sekali? Pada saat berita ini diturunkan, Dirjen Strategi Pertahanan Kemhan, Mayjen TNI Rodon Ferdrason belum menjawab apakah Kemhan akan belanja Kapal Selam atau tidak, dan Kapal Selam jenis apa.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu