ilustrasi: Alasan Pemerintah Beri Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti untuk Hasto Kristiyanto

Jakarta, Aktual.com – Politisi Partai Gerindra Sugiat Santoso menyampaikan amnesti dan abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto tehadap Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong merupakan upaya Presiden demi menjaga persatuan nasional.

“Presiden Prabowo tidak ingin kedua kasus ini menjadi trigger perpecahan yang dampaknya sangat buruk dengan menghadirkan masalah baru yang menyebabkan ketidakstabilan politik,” kata Sugiat Santoso, dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (5/8).

Menurut Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI ini, pemberian amnesti-abolisi terhadap Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong bukan tanpa pertimbangan yang matang dari Presiden Prabowo. Pasalnya kedua kasus ini banyak mendapatkan pro dan kontra, yang mana ada  insinuasi yang berkembang di masyarakat bahwa kasus Hasto dan Tom Lembong adalah bentuk kriminalisasi politik dan politisisasi hukum.

Baca juga:

Pemakzulan Gibran Berjalan Dalam Senyap

Dampak dari kedua kasus ini, kata Sugiat, menyebabkan dikotomi opini publik yang mengarah pada perpecahan di akar rumput. Salah satu buktinya adalah riuh di media sosial yang menyebutkan bahwa pemerintah telah melakukan intervensi hukum. Tidak hanya di media sosial, pelbagai demonstrasi mengiringi sidang kasus ini juga terjadi serta protes dari akademisi, influencer hingga praktisi hukum ikut protes dalam menyikapi putusan pengadilan yang memutus kasus Hasto dan Tom Lembong.

“Kedua kasus ini muncul bertepatan dengan selesainya perhelatan Pilpres, dan terjadi di masa pemerintahan sebelum Prabowo menjabat presiden sehingga ia tidak ingin mewarisi persepsi negatif penegakan hukum yang tidak adil,” papar Sugiat.

Presiden Prabowo, menurut Sugiat, ingin memperteguh persatuan nasional yang lepas dari dendam politik akibat residu Pilpres 2024. “Presiden Prabowo juga tidak ingin ada persepsi negatif dari masyarakat bahwa hukum di Indonesia bisa diatur oleh politik,” ucapnya.

Sugiat menjelaskan, Presiden Prabowo memberikan amnesti-abolisi terhadap Hasto dan Tom Lembong murni diproyeksikan untuk kepentingan Indonesia untuk kestabilan politik, menjaga kepercayaan publik terhadap hukum, rekonsiliasi nasional dan upaya memperkokoh persatuan nasional.

“Pemberian amnesti-abolisi ini bukan karena kepentingan politik. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepentingan politik,” ucapnya.

Karena, meskipun posisi Hasto sangat sentral di PDI Perjuangan, tidak serta merta membuat partai berlambang kepala banteng itu bergabung ke pemerintahan dengan mendapatkan kursi menteri. Demikian juga tidak ada kepentingan politik terhadap Tom Lembong.

“Tom Lembong bukan pimpinan partai atau ketua partai di DPR yang bisa mengkonsolidasikan kadernya mengkritisi atau menolak kebijakan pemerintah,” ucap Sugiat.

Sugiat pun menjelaskan pra kondisi terbitnya amnesti dan abolisi terhadap Hasto dan Tom Lembong. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad lah yang mengusulkan agar Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.

“Pak Dasco berkomunikasi dan berdiskusi dengan para akademisi, aktivis dan tokoh masyarakat untuk mendengar, memahami dan mendalami kasus Hasto dan Tom Lembong sebelum akhirnya memberikan usulan serta masukan terhadap Presiden Prabowo dalam pertimbangan mengeluarkan amnesti-abolisi. Tokoh-tokoh seperti Franz Magnis-Suseno (Romo Magnis) dan mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, Rocky Gerung, Jumhur Hidayat hingga Syahganda Nainggolan,” ungkap Sugiat.

Selain itu, kata Sugiat, pemberian amnesti dan abolisi adalah upaya Presiden Prabowo untuk memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Presiden Prabowo ingin menanamkan persepsi kepada masyarakat sebagai presiden yang demokratis dan tidak anti terhadap kritik serta perbedaan pandangan.

“Mereka yang mengkritisi pemerintah tidak serta merta membuat mereka akan ditarget untuk dipidanakan atau dicari-cari kesalahannya yang berujung pada kriminalisasi politik,” ujar Sugiat

Pada titik inilah, paparnya, Presiden Prabowo telah melihat jauh ke depan bahwa penegakan hukum di Indonesia sejatinya tidak boleh didasarkan pada sentimen dan asumsi tapi dengan sifat objektif yang bertumpu pada nilai-nilai keadilan, kebajikan dan kebijaksanaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eroby Jawi Fahmi