Jakarta, Aktual.com – Peneliti Ekonomi dan Energi UGM yang juga mantan Anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi menyampaikan maksud dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan, khususnya sektor migas yakni untuk mencaplok PT PGN ke dalam PT Pertamina (Persero) sangat rentan terjadi tindak penyimpangan.
Pasalnya upaya yang dilakukan melalui penyertaan modal itu tidak melalui dana APBN. Dengan demikian, secara serta merta aksi korporasi itu menghidari dari pengawasan lembaga legislatif.
“Pasal yang digugat adalah pemindahan penyertaan modal pemerintah dari satu BUMN ke BUMN lain. Dalam pembentukan holding migas, saham pemerintah yang ditempatkan di PGN rencananya mau dipindahkan ke Pertamina sebagai perusahaan holding. Otomatis PGN diakuisisi oleh Pertamina,” ujarnya kepada Aktual.com, Rabu (29/3).
Untuk diketahui, pada 10 Maret, Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang diperkuat oleh keterangan para ahli diantaranya Faisal Basri (Ahli ekonomi UI), Dr. Dian Puji Simatupang (Ahli Hukum Keuangan Negara FH UI), Agus Pambagyo (Ahli kebijakan Publik), Apung Widadi (koordinator FITRA) dan Iqbal Tawakkal Pasaribu (ahli hukum), secara resmi telah mengajukan gugatan ke MA.
Karena itu koordinator FITRA, Apung Widadi meminta Menteri BUMN, Rini Soemarno tidak melanjutkan proses holding selama masih dalam proses sengketa di MA.
“PP 72 sudah di MA. Kita menunggu keterangannya. Sementara ini masih dalam perkara. FITRA menghimbau kepada Rini agar tidak melakukan aktivitas holding sebelum ada putusan MA,” tegasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan