Situasi ini tentunya membuat pengusaha SPBU menyediakan BBM jenis umum lebih banyak untuk mencapai target yang dipatok pihak Pertamina, sehingga menjadi sinkron dengan tujuan Pertamina yang ingin mengurangi konsumsi Premium, lantaran Pengusaha tidak menyediakan Premium di SPBU supaya masyarakat beralih kepada BBM jenis Umum hingga BBM jenis Umum terjual mencapai patokan yang telah ditetapkan oleh Pertamina.
“BBM Premium itu minyak kualitas yang paling jelek, dan itu diberikan kepada masyarakat sebagai kewajiban pemerintah dalam menjalankan konstitusi. Menjadi prihati, sudah memberikan hak masyarakat yang paling jelek, lalu dihilangkan pula. Jadi gimana,” sesal Azam.
Namun tak bisa dipungkiri, pemerintah juga menyediakan program BBM Satu Harga yang agaknya menjadi jurus andalah bagi pemerintah untuk menegaskan bahwa energi masih berkeadilan kendati subsidi dicabut.
Program BBM Satu Harga ini sendiri juga menggunakan BBM jenis Premium dengan rencana pembangunan di 150 titik 3T (Terdepan, Terluar dan Terpencil) hingga 2019. Diketahui hingga akhir 2017 sebanyak 54 titik sudah terbangun.
Akan tetapi tegas Azam, penyediaan Premium pada tempat 3T tentu volume dan konsumsinya tidak seberapa karena penduduknya sedikit, sehingga tidak sebanding apabila BBM Satu Harga dijadikan alasan untuk penghilangan Premium pada tempat padat penduduk.
“Jadi kalau Pertamina klaim rugi karena BBM Satu Harga, saya kira nggak tepat, kan konsumsinya kecil. Mending Pertamina efisiensi dari biaya-biaya internal. Lalu pemerintah juga harus membangun infrastruktur yang proporsional, hak rakyat terutama Premium jangan sepenuhnya dibebankan pada Pertamina, itukan kewajiban negara,” pungkas dia.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta