Alasan Isu Lingkungan dan Janji Pemerintah Tak Ditepati Jadi Alasan Pertamina
Pertamina sendiri bukan tanpa argumen berupaya menekan konsumsi BBM Premium, dengan isu lingkungan dan berpijak pada Permen LKH No.P20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaran Bermotor, badan usaha diminta menyediakan BBM spesifikasi Bensin RON minimal 91, sedangkan Premium sendiri RON 88. Jauh dari pada itu, terdapat juga Permen Perindustrian No.33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang mengharuskan spesifikasi BBM RON 92.
Selain itu, Direktur Pemasaran dan Ritel PT Pertamina, Iskandar menjelasakan bahwa Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014 tidak lagi mewajibkan Pertamina untuk menyalurkan Premium di wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Namun tutur Iskandar, pada waktu itu (2015) harga minyak dunia mengalami penurunan hingga selisih harga yang ditetapkan pemerintah tidak berbeda jauh dari harga formulasi, maka disepakati tetap melakukan penyaluran di Jamali.
Kemudian akhir-akhir ini harga minyak dunia telah merangkak, karena itu Iskandar mengeluhkan sikap pemerintah yang tidak menyesuaikan Premium, dan parahnya, Jamali juga turut ditetapkan oleh pemerintah.
“Harganya tiga bulan tidak dikoreksi. Padahal harga minyak dunia sudah cukup tajam naiknya. Sehingga Pertamina sendiri juga ada impact menjual Premium ini. Dengan harga tidak ada subsidi, kami harus menambahi subsidi Rp800 per liter,” kata dia.
Menindaklajuti Permen LHK dan Permen Perindustrian, pertamina melakukan pengembangan kilang dengan rujukan pada Perpres No.146 Tahun 2015 yang mana pertamina meningkatkan kualitas produk BBM yang memiliki kandungan RON lebih baik. Iskandar mengaku dilema akan hal ini, di satu sisi animo masyarakat masih cukup tinggi mengkonsumsi Premium lantaran selisih harga dengan BBM RON 92 cukup besar, di sisi lain Pertamina sudah terlanjur melakukan pengembangan kilang ke arah produksi BBM yang berkualitas.
“Karena itu, Pertamina melakuan kajian infrastruktur kilang, dimulai di Cilacap. Sehingga dikajilah bagaimana Pertamina nanti sampai 100 persen tidak ada lagi produksi Premium. Akan didorong ke standar Euro IV. Nah gap-nya makin jauh ini, masyarakat kita ini menjadi kepancing balik lagi ke produk yang murah. Ini menjadi tantangan kami. Kami sendiri bingung juga kami operator ini. Sementara kilang kami gak bisa balik. Revisi cilacap sudah jadi. Ini kami kan gak bisa balik ke produksi RON 88 lagi,” ujar Iskandar.
Selanjutnya, DPR: Pertamina Tak Transparan kepada Masyarakat
Artikel ini ditulis oleh:
Eka