Faisal Basri: Pemerintah Juga Salah Karena Tak Konsisten dan Tak Transparan

Ditinjau secara holistik, permasalahan ini menurut Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, dikarenakan sikap pemerintah yang tidak konsisten dan tidak transparan. Pada satu sisi jelasnya, pemerintah mencabut subsidi namun pada sisi lain pemerintah melimpahkan beban selisih harga kepada korporasi. Harusnya persoalan public service obligation (PSO) dibicarakan melalui APBN hingga realisasi kinerja dan penganggaran terukur secara jelas.

“Tolong deh pemerintah itu katanya good governance, transparansi dan macam-macam, ayo dong transparan lewat APBN yang sehat, supaya APBN itu menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Bukan yang diumpati di tempat-tempat lain,” kata Faisal.

Dengan selisih harga yang dibebankan kepada Pertamina, menjadi rasional apabila direksi berupaya menekankan beban selisih harga dengan ‘memainkan kuota’ ditribusi. Lagi pula, tegas Faisal, semakin berat beban Pertamina, maka semakin kecil pajak dan deviden yang diterima oleh negara. Karenanya dia menilai kontuksi program melalui APBN, lebih transparan dan terukur serta menjaga stabilitas.

“Keuangan Pertamina menjadi memburuk, cashflow Pertamina terganggu sehingga dia makin tidak lincah untuk mencari sumber minyak baru. Kemudian produksi minyak turun terus. Pertamina akan melakukan apapun untuk mengurangi kerugian, caranya? Dia tidak pasok aja tu Premium dan dia jual aja lebih banyak Pertalite, Pertalite dikasih keleluasaan. Jadi dimana-mana muncul kelangkaan premium. Saya dari Balikpapan ke Samarinda, ratusan truk antre dan pom bensinnya, pasokannya ngak ada,” pungkas Faisal.

Untuk diketahui, per 28 Februari 2018 ini, saldo piutang Pertamina terkait pemerintah tercatat sebesar USD34.283 juta yang mana rinciannya dari subsidi BBM dan LPG tahun 2016 USD20.022 juta, 2017 USD5.432 juta. sedangkah pada 2018 hingga Februari USD 4.704 juta. Kemudian dari BMP TNI tahun 2017 hingga Februari 2018 tercatat USD 4.125 juta.

Adapun pinjaman atau utang Pertamina pada 2017 tercatat sebanyak USD11.195 juta dengan rincian utang jangka pendek sebesar USD 819 ditambah utang jangka panjang USD10.376 juta.

Selanjutnya, BPH Migas: Pengusaha SPBU Ingin Cari Untung Besar

Artikel ini ditulis oleh:

Eka