BPH Migas: Pengusaha SPBU Ingin Cari Untung Besar
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan susahnya mencari Premium karena ada sejumlah daerah mengurangi stok serta ada juga yang memilih menjual Pertalite ketimbang Premiun.
“Ada dua indikasi di lapangan. Pertama karena kekhawatiran tidak cukup hingga akhir tahun, maka mereka mengurangi pasokan. Kedua, SPBU sendiri karena margin premium lebih kecil dari Pertalite atau Pertamax,” jelas Anggota Komite BPH Migas, Hendri Ahcmad.
Memang, margin penjualan Premium hanya berkisar Rp280 per liter, sedangkan Pertalite mencapai Rp400 per liter. Adapun kuota penyaluran BBM bersubsidi (Premium) di luar Jawa, Madura dan Bali pada 2018 ini sudah ditetapkan 7,5 juta kiloliter. Angka itu turun dibandingkan kuota pada 2017 lalu sebesar 12,5 juta kiloliter. Pengurangan kuota tersebut berdasarkan realisasi penyerapan BBM bersubsidi yang hanya mencapai 5 juta kiloliter. Kendati demikian kuota yang ditetapkan untuk 2018 masih lebih tinggi.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai indikasi kelangkaan BBM premium disebabkan meningkatnya permintaan masyarakat. Pasalnya, sejak kenaikan Jenis BBM Umum (JBU) meliputi jenis Pertalite dan Pertamax membuat disparitas harga yang tinggi, masyarakat mulai melirik kembali premium yang saat ini sudah terbatas jumlahnya.
“Sebenarnya masyarakat sudah banyak beralih menggunakan pertalite dan pertamax karena dulu selisihnya tidak banyak. Namun sekarang disparitasnya tinggi. Mereka balik lagi menggunakan premium,” kata Tulus dikutip dari Rakyat Merdeka.
Di tengah permintaan yang tinggi, sementara pasokan BBM premium kini lebih sedikit dibandingkan beberapa tahun lalu, makanya terjadi kekosongan. Sebagai perusahaan binis, tentunya Pertamina ingin hanya menjual Pertamax dan Pertalite karena untungnya lebih besar. Namun, terkait SPBU enggan menjual premium, hal tersebut harus terlebih dahulu melihat perjanjian kerja sama antara Pertamina dengan pengusaha SPBU.
“Kalau penugasan negara, Pertamina harus melaksanakan. Pertamina harus mewajibkan SPBU menjualnya walau untung kecil. Jangan sampai masyarakat kesulitan dapat premium,” ujarnya.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meminta pemerintah perlu mengevaluasi terjadinya kelangkaan BBM premium, termasuk mengkalkulasi detail kebutuhan BBM tersebut. Ketersediaan BBM premium diperlukan untuk menjaga stabilitas politik dan menjaga inflasi. Harga kebutuhan bahan pangan akan mengalami kenaikan jika BBM jenis premium sulit di dapatkan. Karena transportasi angkutan umum kebanyakan menggunakan premium dan BBM bersubsidi.
Penulis: Ismed Eka dan Dadangsah
Artikel ini ditulis oleh:
Eka