Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11). Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tentang laporan keuangan APBD DKI Jakarta menemukan indikasi adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp191,33 miliar dalam pembelian tanah RS Sumber Waras karena dinilai tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang terkait. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto berpendapat bahwa pelanggaran hukum dalam pembelian lahan RS Sumber Waras sudah terpampang jelas.

Pendapat itu disampaikan setelah mempelajari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD DKi tahun anggaran 2014.

“Sebab apa, faktanya, RS Sumber Waras, kalau dibaca di LHP, itu rakyat sudah bisa baca. Ada pelanggaran terhadap peraturan Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Mendagri, tata cara pembayaran, ketidaklaziman,” kata Prijanto, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/2).

Pasalnya, sambung Prijanto, dari hal yang sederhana saja RS Sumber Waras bisa dicap tidak taat aturan. Contohnya, tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta mengenai sengketa sertifikat tanah tersebut.

“Ketidaklaziman itu, antara lain bagaimana mungkin tanah masih ngutang Rp 6 miliar lebih karena menunggak PBB dibayar oleh DKI. Tanah yang masih ada 15 bangunan yang digunakan rumah sakit, langsung dibeli oleh DKI. Itulah yang saya katakan tidak lazim,” terang dia.

Bagusnya, pendapat Prijanto ini tidak bertepuk sebelah tangan. Pimpinan KPK, La Ode Syarif memberi informasi kepadanya bahwa penanganan kasus tersebut hampir masuk ke tahap penyidikan.

“Jawaban KPK bahwa RS Sumber Waras sudah ada Satgas yang menangani. Tahap per tahap sudah ada kemajuan,” bebernya.

Diketahui, pembelian RS Sumber Waras saat ini tengah diusut oleh KPK. Agus Rahardjo Cs menduga ada indikasi tindak pidana korupsi dalam pembelian tersebut.

Dugaan lembaga antirasuah pun sejalan dengan hasil audit investigasi dari BPK khusus pengadaan lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras itu.

BPK menemukan adanya enam penyimpangan, mulai dari pembentukan harga hingga penyerahan hasil.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan