Jakarta, Aktual.com – TNI Angkatan Darat telah resmi menghapus tes keperawanan bagi calon Komando Wanita Angkatan Darat atau Kowad dan calon istri prajurit. Pemeriksaan hymen atau selaput dara untuk membuktikan keperawanan sudah tidak diberlakukan karena dinilai melanggar Hak Asasi Manusia.
Tapi demikian, hal itu justru menimbulkan pro – kontra dan menyeruak di ruang publik. Yang kontra menilai penghapusan tes keperawanan bisa merusak moralitas lembaga TNI. Karena keperawanan tidak dijaga lagi oleh seorang calon prajurit. Apalagi tes keperawanan akan menjaga pergaulan bebas calon prajurit TNI AD.
“Kita menyayangkan dihapuskannya test keperawanan tersebut karena ada peluang urusan moral menyangkut keperawanan tidak dijaga lagi oleh seorang calon prajurit. Padahal test keperawanan akan menjaga pergaulan bebas calon prajurit TNI AD,” kata Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif di Jakarta, Kamis (2/9).
Slamet pun menyebut, HAM akan kebablasan dan kacau tanpa moralitas. Karena selama ini sejumlah pihak yang pro atau mendukung dihapusnya tes keperawanan itu menilai, tes keperawanan melanggar HAM dan tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas. Selain itu Slamet menambahkan bahwa kebijakan penghapusan test keperawanan oleh KASAD Jenderal Andika Perkasa menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“HAM kebablasan itu kacau tanpa moralitas. Apa ini efek revolusi mental?” tanyanya.
Sementara, pengamat hukum dari Universitas Nasional Jakarta Dr Ismail Rumadan mengakui tidak mengetahui secara persis apa tujuan dari aturan terkait persyaratan tes keperawanan calon Kowad maupun calon istri prajurit yang diperlakukan sebelumnya melalui Keputusan Panglima TNI Nomor 920/XI/2020 tanggal 23 November 2020 dan kemudian ditiadakan dengan keluarnya Juknis terbaru TNI AD Nomor B/1372/VI/2021.
Ismail menduga mempersyaratkan tes keperawanan sebelumnya berkaitan dengan masalah moral dan integritas seorang calon Kowad maupun calon istri prajurit. Sebab prajurit TNI adalah manusia pilihan yang diseleksi untuk mengemban amanah dari negara untuk menjaga keamanan negara dan bangsa. Jelas juga bahwa Juknis TNI AD itu bertentangan dengan Keputusan Panglima TNI yang berada diatas nya. Bisa dibilang ini adalah sebuah sikap melawan perintah pimpinan TNI.
“Jadi persyaratannya tentu sangat ketat sampai pada persoalan moral dan integritas personal calon prajurit tersebut,” paparnya.
Namun, sambung Ismail, persyaratan tersebut kini ditiadakan dengan pertimbangan melanggar HAM tentu ini adalah hal lain. Karena jika berbicara masalah HAM bagi seorang prajurit, tentu tidak hanya sebatas persyaratan tes keperawanan saja, namun banyak hal lain terkait HAM bagi seorang prajurit itu belum terpenuhi. HAM sendiri adalah nilai aturan dari Barat yang terkadang berlaku secara tidak berimbang. Sekedar menjadi alat penekan semata. Adapun bangsa ini sudah diwarisi oleh nilai luhur Nusantara dari para nenek moyang.
“Namun karena ini adalah pilihan bagi seseorang yang memilih jalur pengabdiannya sebagai seorang prajurit, maka siap untuk menerima segala konsekuensi,” paparnya.
Rohaniawan Romo Benny Susetyo menilai, moralitas tidak bisa dilihat dari sisi keperawanan. Karena bisa saja keperawanan itu hilang bukan karena hubungan seksual. Banyak faktor yang membuat keperawanan hilang di antaranya olahraga atau kecelakaan.
“Jadi tidak bisa keperawanan itu dari sisi seksual. Kasihan juga perempuan yang hilang perawannya tidak ada peluang untuk mengabdi ke negara,” jelasnya.
Kepala Pusat Kesehatan TNI AD (Kapuskes AD), Mayjen TNI dr Budiman menyampaikan penghapusan tes keperawanan calon Komando Wanita Angkatan Darat (Kowad) telah dituangkan dalam dokumen Petunjuk Teknis (Juknis) Pemeriksaan Kesehatan Badan TNI AD Nomor B/1372/VI/2021. Juknis terbaru itu diterbitkan 14 Juni kemarin.
“Ini sudah dituangkan dalam penyempurnaan Juknis Pemeriksaan Kesehatan Badan TNI AD Nomor B/1372/VI/2021 tanggal 14 Juni 2021. Ini referensi yang terbaru. Sesuai dinamika perubahan yang terjadi, hymen atau selaput dara tidak lagi menjadi tujuan pemeriksaan uji badan personel TNI AD,” kata Budiman dalam diskusi daring yang digelar, Rabu (1/9).
Budiman mengatakan aturan ini juga berlaku bagi calon istri prajurit TNI. TNI AD sebelumnya sudah menelusuri asal-usul tes keperawanan terhadap calon istri prajurit. Dia menyebut, ini diduga bermula saat ada prajurit yang tak yakin dengan calon istrinya, sehingga meminta diperiksakan hymen-nya.
“Awalnya mungkin si calon suami minta dibantu pemeriksaan terhadap wanita tersebut. Dan itu jelas melanggar hak asasi manusia. Karena bagaimana dia tidak mempercayai (calon istri), sehingga orang harus memeriksakan hymen-nya,” sambung Budiman.
Mewakili TNI AD, Budiman menyampaikan apresiasi terhadap para pihak yang mengkampanyekan penghapusan tes keperawanan di tubuh TNI AD ini. Budiman menyampaikan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa menyediakan satu nomor telepon sebagai pusat aduan bila masih adanya praktik uji kesehatan badan yang tak sesuai dengan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Kesehatan Badan TNI AD Nomor B/1372/VI/2021 tanggal 14 Juni 2021.
“Kami mengucapkan terima kasih atas usulan-usulan dari seluruh masyarakat. Jaminan pelaksanaan (peniadaan tes keperawanan), sekarang ini dalam era transparansi, Bapak Kepala Staf Angkatan Darat membuka suatu nomor khusus dalam panitia pemeriksaan calon prajurit. Baik (misalnya) ada yang pungli dan lain-lain,” jelas Budiman.
“Termasuk mungkin apabila masih ada perlakuan-perlakuan seperti (tes keperawanan) itu, bisa dilaporkan langsung kepada nomor yang ada, yaitu nomor dari staf Aspers. Itulah salah satu jaminan yang dibuat oleh institusi Angkatan Darat dalam menindaklanjuti hal ini,” imbuh Budiman.
Terakhir, Budiman sepakat bila prajurit perempuan dan pria diperlakukan setara. Memiliki hak, kesempatan, kepangkatan dan karier yang setara.
“Dan memang betul tentang kesetaraan antara calon (prajurit) laki-laki dan perempuan dalam mencapai hak yang sama, kesempatan yang sama, kepangkatan yang sama, karier yang sama,” pungkas Budiman.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu