Dari data tax amnesty, total harta yang dilaporkan tersebut terdiri dari deklarasi harta dalam negeri Rp3.676 triliun dan deklarasi harta luar negeri Rp1.031 triliun. Sementara penarikan dana dari luar negeri (reptriasi) mencapai Rp 147 triliun. Sedang uang tebusan sebanyak Rp114 triliun, ditambah dengan tunggakan dan bukti permulaan (bukper) jadinya Rp 135 triliun.

Penerimaan negara dari program tax amnesty hanya Rp 135 triliun. Ini terdiri dari uang tebusan Rp 114 triliun, pembayaran bukti permulaan Rp 1,75 triliun, dan pembayaran tunggakan Rp 18,6 triliun.

Dan dari data di atas, kata dia, dapat disimpulkan bahwa target penerimaan dari repatriasi kurang dari 15 % dari target Rp1.000 triliun dan deklarasi harta luar negeri tidak hanya 10 % dari target deklarasi sebesar Rp11.000 triliun.

“Uang WNI yang berada di luar negeri namun deklarasi harta dalam negeri cukup mencengangkan mencapai Rp3.600 triliun lebih. Dalam hal deklarasi harta telah melampaui 30 % dari target deklarasi sebesar Rp4.855 triliun itu,” jelasnya.

Karena kegagalan tax amnesty ini, kata dia, maka pemerintah pun akan terus berutang, apalagi APBN juga masih akan defisit. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total utang yang telah ditarik pemerintah sampai dengan 14 Juni 2017 sebesar Rp 380,44 triliun. Jumlah itu sekitar 55,59 persen dari target utang.

Untuk kebutuhan pembiayaan APBN, realisasinya sebesar Rp241,51 triliun atau 60,38 persen dari target. Adapun realisasi untuk pelunasan pokok utang yang jatuh tempo dan pembelian kembali SBN mencapai Rp138,93 triliun atau 48,78 persen dari target.

“Dengan demikian, utang yang belum ditarik sebesar Rp 304,39 triliun. Namun, kebutuhan pembiayaan untuk APBN diproyeksikan lebih besar dari rencana awal karena penerimaan pajak diperkirakan kurang Rp50 triliun dari target,” ungkap dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka