Kendati berbeda aliran dalam hal pelaksanaan puasa dan Lebaran, tradisi yang dianut ajaran Al Muhdlor di Tulungagung lekat dengan tradisi Nahdliyyin (NU).
Hal itu sebagaimana diakui Habib Hamid yang menyatakan latar belakang Al Muhdlor berasal dari keluarga Nahdliyyin. Namun memang ada beberapa hal yang membuat mereka tidak selalu sama.
“Perbedaan itu khilafiah, dan itu wajar dan diperbolehkan dalam Islam. Tidak perlu dipertentangkan,” ujarnya.
Jamaah Al Muhdlor yang mengikuti shalat id tidaklah banyak. Jumlahnya hanya puluhan dan mendekati angka seratusan menurut penuturan beberapa warga dan jamaah setempat.
Namun mayoritas bukan warga sekitar, melainkan para pengikut yang datang dari jauh.
“Memang hanya diikuti jamaah yang selama ini menjadi pengikutnya. Kalau masyarakat sekitar kebanyakan tetap shalat Id ikut ketetapan pemerintah,” kata Aisyah, jamaah Al Muhdlor yang rumahnya tak jauh dari pondok Al Khoiriyah, Desa Wates.
Artikel ini ditulis oleh: