Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat menyampaikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025). ANTARA/Andi Firdaus/am.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat menyampaikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025). ANTARA/Andi Firdaus/am.

Jakarta, Aktual.com – Hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan sejak menjabat sebagai Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa sudah mendapat dukungan publik yang luar biasa. Lembaga kajian teknologi, ekonomi, dan politik GREAT Institute menyebutkan Purbaya sebagai menteri terpopuler.

Purbaya mengalahkan kepopuleran Agus Harimurti Yudhono, Nasarudin Umar, Erick Thohir, Sugiono, Andi Amran Sulaiman, Teddy Indra Wijaya, dan Zulkifli Hasan.

Sedangkan Lembaga riset IndexPolitica Indonesia menyatakan ketokohan Purbaya sebagai tokoh politik yang paling diingat (top of mind) berada di posisi ketiga.

Purbaya hanya di bawah Presiden Prabowo Subianto yang di peringkat pertama, dan Joko Widodo di tempat kedua. Ketokohan Purbaya melewati Dedi Mulyadi, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, bahkan Gibran Rakabuming Raka.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) Fahmi Wibawa menjelaskan, kepopuleran Purbaya lebih karena kemasan gaya komunikasinya, alih-alih kebijakannya.

“Lebih sebagai ikhtiar untuk memiliki unsur pembeda dari Menkeu sebelumnya atau kecenderungan anggota kabinet lainnya. Dalam ekonomi marketing, itu namanya faktor distingtif atau pembeda, supaya konsumen melirik suatu produk. Jadi supaya beda dengan Menkeu sebelumnya, atau menteri yang lain, dengan kata lain tidak pasaran lah,” lanjutnya.

Namun, menurutnya, di balik kemasan Purbaya itu dari sisi kebijakan ekonomi tak banyak berubah. Purbaya masih menekankan pada stabilitas fiskal, efisiensi anggaran, sinergi fiskal-moneter.

“Hanya menggunakan bahasa yang lebih dekat, lebih familiar dengan telinga rakyat,” ujarnya.

Salesman

Fahmi mengibaratkan Purbaya seperti salesman yang sedang memamerkan barang dagangan. Sebagai salesman, katanya, ukuran keberhasilan adalah barang jualannya laku, tidak hanya menarik perhatian konsumen. Namun, menurutnya, Purbaya belum berhasil menjual barang, baru berhasil membuat konsumen menyukai dagangannya.

“Intinya barang masih di penjual, belum pindah ke konsumen. Artinya, gebrakan Purbaya dengan gaya koboinya belum berhasil kalau PPN belum turun dari 11%, daya beli kelas menengah belum pulih, UMKM masih tersengal-sengal cari modal gegara dana di Bank Himbara hanya melayani pelaku menengah besar,” tegasnya.

Fahmi pun mengungkapkan, para ekonom sebetulnya khawatir dengan janji manis Purbaya karena belum terbukti di lapangan. Ia menyebut, Purbaya belum menunjukan langkah konkrit yang spesifik. Purbaya belum bisa membersihkan aparat pajak nakal, menarik pengemplang pajak, memudahkan akses modal bagi UMKM, maupun menumbuhkan perekonomian.

“Euforia sesaat itu rapuh jika tanpa aksi nyata, publik bisa balik menghukum lebih keras. Ingat, masalah ekonomi dan keuangan tidak hanya soal populer dan disukai. Tapi, lebih ditentukan oleh kepercayaan pelaku pasar termasuk publik terhadap kesungguhan kebijakannya,” ujarnya.

Gesekan Internal

Presidium Nasional Forum Mahasiswa Ekonomi Indonesia (FMEI) Rafi Ridha Tockary menyampaikan, dengan memilih gaya yang terbuka, lugas, dan blak-blakan, Purbaya sedang menarik semua pihak menjadi lawannya.

“Saya rasa memang terjadi pertarungan visi atau pandangan semangat arah gerak di dalam pemerintah pusat, terkhusus terjadi pergesekan secara horizontal,” ujarnya.

Menurutnya, adanya gesekan secara internal di pemerintah lahir dari kebiasaan Purbaya yang hobi mengomentari di luar urusannya. Anggota kabinet lain, katanya, akhirnya terpaksa mengikuti arah gerak Purbaya.

“Kita bisa melihat dengan jelas bagaimana respons internal pemerintah pusat, seperti Hasan Nasbi dan lainnya. Itu bagian dari bentuk ketidaknyamanan mereka terhadap tingkah laku unik Purbaya,” paparnya.

Tapi bagi mahasiswa, kata Rafi, tingkah unik Purbaya justru menjadi magnet yang menyita perhatian masyarakat yang sudah geram dengan kinerja pemerintah.

Menurutnya, meski kontroversial, Purbaya telah membuka mata generasi muda terhadap dinamika kekuasaan yang selama ini tersembunyi di balik formalitas.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi