Arsip foto - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md saat memberikan keterangan kepada awak media di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (9/10/2024). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela

Surabaya, aktual.com – Anggota Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Mahfud MD menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 mengenai larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil berlaku seketika dan mengikat sejak diketok pada Kamis (13/11/2025).

Mahfud menjelaskan, putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo itu bersifat final dan wajib dijalankan tanpa menunggu proses administratif apa pun. “Ya, itu putusan MK mengikat dong. Tidak ada kaitannya dengan tim reformasi Polri. Putusan reformasi Polri itu administratif, disampaikan ke presiden. Kalau MK itu putusan hukum dan langsung mengikat,” ujarnya usai salat Jumat di Masjid Nuruzzaman Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jumat (14/11/2025).

Mantan Menko Polhukam yang juga pernah menjabat Ketua MK itu menambahkan, putusan tersebut otomatis membatalkan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, terutama frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang selama ini membuka peluang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil.

“Putusan MK itu tidak perlu menunggu perubahan undang-undang. Begitu dibatalkan, ya langsung batal dan berlaku. Enggak usah menunggu revisi lagi,” tegas Mahfud.

Ia juga mendorong agar seluruh institusi terkait segera menindaklanjuti putusan tersebut, termasuk menyusun prosedur pemberhentian bagi anggota Polri yang masih menduduki jabatan sipil. “Menurut undang-undang, putusan MK itu berlaku seketika. Begitu palu diketok, langsung berlaku. Proses pemberhentian harus segera diatur kalau kita masih mengakui negara hukum,” ujarnya.

Dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025), MK menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian. Hal itu diputuskan setelah Mahkamah menilai adanya ketidakjelasan norma dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang memperbolehkan penugasan Kapolri ke jabatan sipil.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyebut frasa tersebut justru memperluas makna norma dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. “Penambahan frasa itu memperluas norma dan menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri maupun ASN,” ujarnya.

MK menilai aturan tersebut melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Putusan ini disertai dua dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah, serta satu concurring opinion dari Hakim Arsul Sani.

Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite yang menilai aturan lama membuka jalan bagi anggota Polri aktif mengisi jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun. Mereka menyebut sejumlah jabatan strategis yang pernah diisi anggota Polri aktif, seperti di KPK, BNN, BNPT, BSSN, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Para pemohon berargumen bahwa kondisi itu mengakibatkan ketimpangan kesempatan bagi warga sipil serta berpotensi memunculkan dwifungsi Polri dalam pemerintahan.