Jakarta, Aktual.com – Menteri Pemuda dan Olahraga atau Menpora Zainudin Amali mengatakan, pihak Kepolisian RI menyanggupi perbaikan regulasi pengamanan pertandingan sepak bola di Indonesia.
Regulasi pengamanan pertandingan sepak bola itu baru akan diselaraskan dengan statuta FIFA maupun statuta PSSI.
“Semua aturan-aturan, baik itu aturan FIFA maupun aturan PSSI, akan diintegrasikan dengan aturan-aturan yang ada di Kepolisian, khususnya tentang pengamanan,” kata Amali kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (7/10).
Regulasi pengamanan pertandingan sepak bola itu, baru akan keluar dari pihak Polri yang mengadopsi aturan di FIFA dan PSSI.
“Nanti dia akan keluar jadi satu aturan yakni dari pihak Polri, tetapi mengadopsi semua hal-hal yang menjadi aturan di FIFA maupun PSSI,” ujar dia.
Menurut Amali, regulasi pengamanan pertandingan sepak bola yang dikeluarkan oleh FIFA dan PSSI sebetulnya sama, karena PSSI itu mengambil dari aturan statuta FIFA.
“Jadi statuta PSSI itu sebagian besar, hampir semuanya, adalah yang berlaku di FIFA,” ujar Amali.
Perubahan regulasi pengamanan sepak bola itu menjadi salah satu tindak lanjut menyusul terjadinya tragedi Kanjuruhan selepas pertandingan Liga 1 Indonesia antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Atas tragedi Kanjuruhan itu menewaskan lebih dari 100 korban di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10) pekan lalu.
Diketahui, Menpora pada Kamis (6/10) mengundang sejumlah pemangku kepentingan menghadiri rapat koordinasi evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan penyelenggaraan sepak bola di Indonesia di Kantor Kemenpora, Jakarta.
Dalam rapat koordinasi tersebut, Wakil Komandan Korps Brimob Polri Irjen Pol. Setyo Boedi Moempuni Harso menyampaikan bahwa Polri telah melakukan pembahasan bersama PSSI untuk membuat regulasi sebagai pegangan tindakan pengamanan pertandingan sepak bola di stadion.
Setyo mengakui bahwa standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang selama ini dipakai Polri belum diselaraskan dengan regulasi FIFA maupun PSSI.
“Sudah ada SOP-nya, tetapi belum selaras dengan aturan-aturan (FIFA dan PSSI) yang terkait. Ini harus diselaraskan karena ada SOP tentang unjuk rasa dan SOP di luar stadion yang perlu penanganan khusus,” katanya.
Tragedi Kanjuruhan terjadi setelah kerusuhan selepas peluit bubaran laga Arema kontra Persebaya yang berakhir dengan skor 2-3, di mana sejumlah suporter memasuki lapangan dan dijawab keras oleh petugas pengamanan yang melontarkan tembakan gas air mata ke arah tribun.
Data Dokumentasi Kepolisian (Dokpol) Polri menyebut sedikitnya 125 korban jiwa melayang akibat Tragedi Kanjuruhan, sedangkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan ada enam korban jiwa lain yang jenazahnya sudah diidentifikasi dan dimakamkan keluarga sehingga tidak tercatat dalam pendataan Dokpol Polri.
Sementara itu, Dokpol Polri juga mencatat terdapat 29 korban mengalami luka berat dan 440 lainnya luka ringan.
Presiden Jokowi membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) beranggotakan 13 orang diketuai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD didampingi Menpora selaku Wakil Ketua yang diperintahkan mengusut Tragedi Kanjuruhan dalam kurun waktu satu bulan.
Mahfud mematok target lebih tinggi agar TGIPF bisa menyelesaikan investigasi Tragedi Kanjuruhan selama dua pekan atau bahkan lebih cepat.
Presiden Jokowi juga memerintahkan audit secara menyeluruh terhadap seluruh stadion sepak bola di Indonesia, baik secara fisik maupun manajemen pengelolaan pertandingan.
Sedangkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada Kamis (6/10) telah menetapkan enam orang tersangka Tragedi Kanjuruhan yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) AHL, Ketua Panitia Pelaksana AH, security officer SS, Kabagops Polres Malang WSS, Danki 3 Brimob Polda Jatim H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA yang disangkakan dengan Pasal 359 dan Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 103 Juncto Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu