Jakarta, Aktual.com — Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai, jika pungutan dana ketahanan energi yang diambil pemerintah dari penjualan harga baru bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar rawan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), dikarenakan belum ada landasan hukum yang jelas terkait pungutan tersebut.
“Program yang ingin dijalankan tapi dasar hukum tidak ada. Nanti bisa ada potensi untuk terjadinya KKN. Apalagi untuk kepentingan politik,” kata Marwan di Jakarta, Jumat (25/12).
Menurutnya, pemungutan dana penguras energi fosil tersebut harus jelas aturan dan lembaga pengelolanya. Pasalnya dana ketahanan energi selalu menjadi isu di banyak negara sehingga sangat dituntut tata kelola yang baik terkait hal itu.
Untuk itu Marwan menyarankan agar Pemerintah segera memperbaiki kebijakan tersebut. “Pungutan dana ketahanan energi seharusnya ada aturan mainnya. dimana disimpan, siapa yang buat kebijakan dan jalankan, serta aspek tata kelolanya. Harus disiapkan dulu,” ujar Marwan.
Pungutan dana ketahanan energi pada komponen harga Premium dan Solar membuat penurunan harga BBM pun menjadi tidak terlalu signifikan terasa oleh masyarakat.
Harga Premium dari Rp7.300/liter yang harusnya turun menjadi Rp6.950/liter di harga keekonomiannya, tapi karena ada pungutan dana ketahanan energi sebesar Rp200/liter maka harga Premium jadi Rp7.150/liter.
Sedangkan untuk harga solar dari Rp6.700/liter, yang harga keekonomiannya saat ini adalah Rp5.650/liter sudah termasuk subsidi Rp1.000/liter kemudian diterapkan pungutan dana ketahanan energi Rp300/liter menjadi Rp5.950/liter.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu