Jakarta, Aktual.com – Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menjelaskan reshuffle kabinet memang hak prerogatif presiden. Namun, Presiden Prabowo tidak bisa mengesampingkan aspirasi publik yang menginginkan adanya evaluasi terhadap para menteri.
Dan menurutnya, publik tentu akan setuju jika reshuffle, bukan hanya itu menjadi hak prerogatif presiden, tapi juga menjadi harapan publik jika menteri-menteri kinerja jeblok diganti.
“Perlu kiranya mendapat atensi dari Pak Prabowo. Publik ingin adanya reshuffle karena melihat beberapa menteri yang performanya kurang memuaskan. Jangan sampai publik kemudian kecewa yang berujung ketidak puasan dan distrust,” ucap Lili kepada aktual.com.
Lili menjelaskan, Presiden Prabowo memiliki kriteria tertentu dalam menentukan reshuffle, antara lain faktor pakta integritas, loyalitas pada presiden, serta tercapainya target yang ditetapkan.
Selain itu, hasil survei juga dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan ini.
“Tentu presiden punya kriteria atau ukuran untuk melakukan reshuffle, antara lain pakta integritas, tidak loyal pada presiden, punya agenda sendiri, target tidak tercapai, bisa juga merujuk pada hasil survei,” tambahnya.
Lili Romli juga menekankan bahwa jika reshuffle dilakukan secara objektif dan sesuai dengan harapan publik, hal itu akan memberikan dampak positif bagi Presiden Prabowo.
“Saya kira kalau reshufflenya objektif, sesuai dengan harapan publik, akan berdampak positif pada presiden itu sendiri. Publik semakin trust dan approval rating tentang kepuasan akan terjaga,” ungkapnya.
Dengan demikian, reshuffle kabinet tidak hanya berfungsi untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, tetapi juga untuk menjaga citra dan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo.
Baca Juga:
Desakan Reshuffle Menteri Rasa Jokowi dan Sikap Presiden Prabowo
Sementara itu Manager Program Pusat Polling (Puspoll) Indonesia Luqmanul Hakim menyampaikan, fokus utama pemerintahan Presiden Prabowo di satu tahun pertama adalah menjaga stabilitas politik nasional. Kondisi stabilitas ini merupakan modal penting untuk pembangunan.
“Stabilitas yang kita lihat saat ini adalah capaian besar. Namun, stabilitas hanya akan berarti jika dibarengi kerja nyata dari para menteri di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan pertahanan,” ujar Luqmanul Hakim.
Menurut Luqmanul, kepemimpinan Prabowo ditandai dengan keberanian mengambil langkah-langkah strategis yang menekankan persatuan nasional dan dialog inklusif. Ia menilai, komunikasi politik yang ditempuh pemerintahan saat ini berhasil meredakan ketegangan dan menciptakan ruang konsensus di kalangan elit politik maupun masyarakat.
“Dialog lebih diutamakan ketimbang konfrontasi, dan ini memberi dampak positif bagi kepercayaan publik,” katanya.
Meski stabilitas telah terjaga, publik kini menantikan langkah konkret para menteri Kabinet Merah Putih. Menurut Puspoll, kinerja kabinet akan menjadi ujian utama Prabowo menjelang satu tahun pemerintahan.
“Harapan rakyat jelas: stabilitas yang sudah tercapai harus ditindaklanjuti dengan kebijakan yang langsung dirasakan masyarakat. Di sinilah para menteri harus membuktikan kapasitas dan kinerjanya semata-mata melayani rakyat,” tegas Luqmanul.
Dengan stabilitas politik yang kuat, Indonesia disebut memiliki momentum besar untuk fokus pada agenda pembangunan untuk mempercepat capaian kesejahteraan rakyat.
“Kita optimistis, dengan stabilitas yang ada dan dukungan publik, pemerintahan Prabowo bisa mendorong lahirnya program-program strategis yang membawa manfaat luas,” kata Luqmanul Hakim.
Baca Juga:
Pertemuan Gibran-Dasco, Manuver Amankan Posisi di Tengah Isu Pemakzulan dan Reshuffle
Stabilitas dan Rekonsiliasi Dengan PDIP Tanpa PSI
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyampaikan, reshuffle menjadi momentum bagi PDIP untuk masuk kabinet bentukan presiden Prabowo, dan menggusur para loyalis Jokowi dan PSI yang ada dikabinet Merah Putih. Menurutnya secara politik PDIP sangat memungkinkan mengganti posisi PSI yang saat ini dipimpin Putra Bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep.
“Secara politik juga PSI tidak miliki kekuatan di lingkar elit kekuasaan,” tegas Dedi.
Dedi memaparkan mengapa Presiden Prabowo perlu mengganti menteri-menteri yang dianggap orang dekatnya Jokowi, karena rasa loyalitas mereka terhadap Presiden Prabowo Subianto terbagi kepada Jokowi. Jangan sampai ada pembangkangan diam diam terhadap Prabowo dengan sikap mendua anggota kabinet binaan Jokowi dan Kaesang Pangarep melalui PSI, karena Presiden saat ini adalah Prabowo Subianto.
“Loyalitas menteri yang seharusnya fokus dan tunduk pada Presiden, ini misalnya para menteri yang justru cenderung lebih loyal pada Jokowi yang bukan lagi Presiden, menteri yang tidak menunjukkan fokus pada Presiden Prabowo pantas diganti agar tidak ada tafsir matahari kembar di pemerintah,” paparnya.
Lalu mengapa Presiden Prabowo menyampaikan belum melakukan pergantian menteri, Dedi melihat, Presiden Prabowo tidak bisa bergerak cepat serta mudah dalam mengambil keputusan, karena terlalu banyak pihak yang mempengaruhi Prabowo saat ini.
“Presiden Prabowo juga terkesan tidak menyukai polemik, sehingga perlu langkah hati-hati dalam melakukan pergantian,” ucapnya.
Baca Juga:
Blak-blakan, Ini Jawaban Presiden Prabowo Soal Isu Reshuffle Kabinet
Sementara itu Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menilai, majunya mundurnya reshuffle kabinet bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, memang seperti dikatakan oleh Presiden itu sendiri bahwa kinerja menterinya baik dan solid.
“Kedua, untuk menjaga stabilitas kabinet. Seperti diketahui yang menjadi menteri berasal dari gerbong yang beragam, yang semua harus diakomodir, yaitu dari gerbong petahana atau gerbong yang diduga dekat dengan Pak Jokowi, lalu gerbong parpol, gerbong relawan, gerbong perwakilan ormas dan daerah, dan gerbong teknokrat. Ketiga, reshuffle menunggu momentum yang tepat,” paparnya.
Lili menyampaikan, semua pihak memperkirakan akan ada reshuffle kabinet pasca kongres PDIP. Namun, katanya, ternyata PDIP memilih untuk tetap berada di luar pemerintahan sehingga reshuffle tidak terjadi.
Sementara itu, terkait pernyataan Presiden Prabowo yang berulangkali menyatakan di hadapan para menterinya sebagai nahkoda dan kaptennya, Lili melihat, masyarakat bisa menduga ada menteri yang memiliki loyalitas ganda.
“Dengan adanya pernyataan tersebut tersirat sepertinya ada menteri yang loyalitasnya ganda, mendua. Jika ini benar tentu menjadi problematik,” papar Lili.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

















