(ilustrasi/aktual.com)

Sleman, Aktual.com – Pembangunan infrastruktur di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang masif. Namun menurut Ekonom Senior, Rizal Ramli pembangunan tersebut hanya menyisakan trauma.

Rizal Ramli menambah ada 3 trauma yang ditinggalkan Presiden ke-7 tersebut kepada masyarakat.

Ekonom Rizal Ramli bersama Pengamat Ekonomi Faisal Basri saat diskusi Kedaulatan Ekonomi, Fakta atau Fiktif? di Kinanti Buillding, Epicentrum, Jakarta, Selasa (15/1/2019). Diskusi ini yang menghadirkan dua ekonom senior tersebut untuk memberikan analisa dan masukan bagi beberapa periode pemerintahan yang lalu. AKTUAL/Tino Oktaviano

“Pak Jokowi betul, bangun insfratruktur all out ya, saking all outnya kunjungin proyek sampai 8 kali kayak mandor. Tapi hal itu meninggalkan trauma 3 biji, trauma 3 O, yaitu Over Supply, Over Price dan Over Borrow,” ujarnya saat ditemui wartawan di Auditorium lantai 4 kampus Fisipol UGM, Sleman, Kamis (4/4).

Menurut Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini bahwa over supply adalah pengeluaran yang dianggap berlebihan terhadap suatu hal. Seperti halnya rencana meningkatkan pasokan listrik hingga 35 ribu mega watt, padahal jika terealisasi hanya akan merugikan PLN.

“Listrik katanya dulu rencananya 35 ribu mega watt, saya bilang nggak mungkin. Padahal 16 ribu (mega watt) aja sudah bagus, karena kalau sampai 35 ribu mega watt PLN akan rugi, ruginya karen harus bayar subsidi 10,5 juta dollar kepada swasta setiap tahun,” katanya yang pernah menjabat sebagai Menko Kemaritiman ini.

Lebih lanjut, untuk over price sendiri, Rizal mengambil contoh pembangunan infrastruktur yang dikerjakan oleh BUMN. Menurutnya, BUMN terkesan memahalkan setiap biaya pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol.

“Kedua adalah over price, karena yang ngerjaken BUMN. Terutama untuk jalan tol ya, BUMN ini biasa mark up atau memahalkan biaya, paling nggak 30 sampai 50 persen,” ujarnya.

“Ketiga adalah over borrow, karena BUMN memang nggak punya uang, sebagian disubsidi dari APBN dan BUMN sendiri harus minjem. Kalau dilihat balance sheetnya BUMN, utangnya naiknya tinggi sekali, dan kemampuan untuk dapat revenuenya sedikit sekali. Jadi return on equity (rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari investasi pemegang saham di perusahaan tersebut) dan return on assetnya relatif rendah, dan bisa-bisa bermasalah kalau tidak dibenahi,” sambung Rizal.

Karena itu, Rizal menyebut perlu adanya perubahan dalam Pemerintahan mendatang, khususnya terkait masalah pembangunan infrastruktu. Hal itu agar tidak menimbulkan trauma 3 O, bahkan trauma-trauma lainnya.

“Bagaimana caranya supaya di masa mendatang membangun proyek infrastruktur tapi nggak kena 3 O? Prinsipnya APBN hanya untuk membangun jalan negara yang gratis, seperti jalan Provinsi dan jalan Kabupaten,” katanya.

“Kasih swasta aja (untuk pembangunan jalan tol), kita kasih internal right of return 11 persen, kita bantu bebaskan tanah. Karena uang APBN hanya untuk jalan Negara yang gratis seperti jalan Provinsi dan Kabupaten,” imbuh Rizal.

Selain itu, Rizal menambahkan bahwa contoh penggunaan APBN yang salah adalah digunakan untuk membangun jalan tol seperti tol Pantai Utara (Pantura). Menurutnya, hal itu hanya akan menambah masalah negara dan menimbulkan kerugian milyaran rupiah.

“Tapi untuk jalan komersil seperti tol berbayar jangan pakai uang APBN dong, itu nimbulken masalah seperti hari ini. Misal jalan tol pantai utara, rugi setiap tahun 300 M, sehari kan semilyar itu, coba sampai 10 tahun,” ujarnya.

“Kedua, jalan di Palembang monorel, rugi sebulan Rp 9 Miliar. Jadi di masa Prabowo nanti tidak boleh lagi uang APBN untuk membangun jalan tol berbayar,” sambung Rizal.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan