Terkait wacana Rizal Ramli menjadi wapres Jokowi, pengamat memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa capai 10%. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Rencana pemerintah membentuk perusahaan induk (holding) BUMN di sektor minyak dan gas bumi (migas) dinilai perlu dikaji ulang.

“Sebenarnya rencana Holding BUMN itu bagus, di atas kertas, tapi pemerintah tidak perlu tergesa-gesa dan harus dikaji ulang,” kata mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, di Jakarta, Rabu (24/1).

Menurut dia, pemerintah harus berhitung secara matang terkait realisasi konsep holding BUMN. Sebab, masih terdapat sejumlah hal yang dinilai luput dari analisa pemerintah seperti upaya efektivitas dan efisiensi manajemen BUMN.

“Pembentukan holding hanya bermanfaat jika peningkatan efisiensi biaya dan adanya sinergi akibat skala ekonomi. Jika tidak ada penurunan biaya dan peningkatan pendapatan, maka bisa diproyeksikan holding gagal dan tidak bermanfaat,” ujar dia.

Untuk itu, lanjut Rizal, sebaiknya berhati-berhati dalam mengimplementasi holding BUMN, karena jika gagal, maka akan menambah birokrasi dan memperpanjang rantai pengambil keputusan, dan juga biaya.

Seperti diketahui, guna merealisasikan konsep holding BUMN pemerintah telah menerbitkan sejumlah landasan hukum seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

Dalam peraturan tersebut, wacana holding sendiri akan menyasar banyak BUMN yang bergerak di sektor pertambangan, minyak dan gas bumi, perbankan, pangan dan konstruksi.

Sementara itu, Kementerian BUMN menargetkan penyatuan bisnis PT Pertagas anak usaha PT Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Persero dalam satu subholding gas akan terealisasi akhir Maret 2018.

“Integrasi Pertagas dan PGN tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP) Holding BUMN diperkirakan terbit pada pekan depan. Rancangan PP sudah sampai di tangan Presiden, tinggal menunggu ditandatangani,” kata Deputi BUMN Bidang Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno.

Menurut Harry, untuk merealisasikan pembentukan subholding gas tersebut terlebih dahulu dilakukan pengalihan 56,6 persen saham PGN ke Pertamina, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PGN yang dijadwalkan pada 25 Januari 2018.

“Pengalihan saham PGN ke Pertamina bagian dari pembentukan Holding Company BUMN Migas. Jadi, PGN dan Pertagas menjadi subholding yang menangani bisnis gas di dua perusahaan itu,” kata Harry.

Ia menjelaskan, tujuan dari integrasi bisnis gas antara Pertagas dan PGN meliputi terciptanya efisiensi, efektivitas, kemampuan investasi di masa datang.

Khusus untuk PGN tambah Harry, manfaat dari integrasi ini adalah meningkatnya accessability, acceptability, affordability, dan availability.

“Akses konsumen terhadap gas semakin mudah, pemanfaatan energi ramah lingkungan baik untuk rumah tangga meningkat, termasuk untuk transportasi dll, harga gas lebih terjangkau,” ujarnya.

Selain itu, tambah Harry, nantinya tidak akan terjadi lagi duplikasi investasi antara PGN dengan Pertamina dalam membangun jaringan gas. “Dengan masuknya aset PGN ke Pertamina tentu semua infrastruktur dapat diintegrasikan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara