Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7). Dalam RDPU tersebut Romli Atmasasmita mengatakan KPK gagal dalam mencegah tindak pidana korupsi, tidak bisa menjalankan koordinasi supervisi, maupun pencegahan dan hanya mengutamakan penindakan. AKTUAL/Tino Oktaviano
Jakarta, Aktual.com – Sejumlah pakar dan praktisi hukum menilai revisi UU KPK dapat menjadikan lembaga antirusuah ini semakin baik. Selain itu revisi ini juga dapat mengembalikan jati diri KPK.
Ahli hukum pidana Romli Atmasasmita menilai revisi Undang-Undang (UU) KPK akan mengembalikan marwah dan jati diri KPK yang sebenarnya sebagai lembaga yang fokus menangani permasalahan korupsi.
“Karena selama ini dalam praktiknya ada banyak hal yang kurang pas di lapangan, namun tetap dipaksakan,” ungkap Romli, Kamis (19/9).
Romli mencontohkan KPK harus berkoordinasi dengan Polri, Kejagung dan kementerian terkait jika ada sebuah kasus korupsi. Tapi KPK terkadang langsung melakukan penindakan tanpa berkoordinasi dengan lembaga-lembaga tersebut.
Padahal, tugas utama KPK adalah melakukan koordinasi dan supervisi, selain penindakan. 
Apabila masih ditemukan permainan setelah koordinasi itu, baru KPK melakukan penindakan. “Kalau supervisi di jaksa dan polisi ada masalah baru diambil alih,” ujarnya.
Romli juga mengkritisi kewenangan penyadapan yang tanpa izin dari pengadilan, dan berbeda dengan Kejagung dan Polri. Padahal seharusnya mekanismenya sama.
Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menilai revisi UU KPK bertujuan agar pemberantasan korupsi di negeri ini semakin baik dan mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
“Revisi UU KPK memberikan kewenangan pada lembags ini untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), padahal dalam sejumlah kasus ada tersangka korupsi yang bertahun-tahun tersandera walau tak bisa diproses hukum lebih lanjut. Sehingga para tersangka ini tak punya kepastian hukum,” katanya.
Mantan anggota Kompolnas ini mengharapkan dengan UU yang baru, KPK dapat meneliti kembali sejumlah kasus dan bila tidak bisa dilanjutkan, sebaiknya diSP3.
Dengan adanya revisi UU KPK, Edi mengharapkan antara KPK, Polri dan kejaksaan bisa bersinergi dan saling melengkapi dalam penegakan hukum.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengaku setuju jika ada hal-hal yang perlu dievaluasi untuk memperbaiki lembaga antirusuah itu, asalkan tak melemahkan lembaga ini.
Salah satunya, pakar hukum tata negara ini setuju dengan pembentukan dewan pengawas KPK. Menurutnya, dewan pengawas merupakan perluasan fungsi dari Dewan Penasehat KPK.
“Ya kalau sifatnya internal, dewan pengawas tak apa-apa. Tidak mengganggu independensi KPK,” kata Jimly.
Dikatakan, selama ini KPK memang sudah ada penasihat. Maka dengan adanya dewan pengawas tidak perlu lagi ada dewan penasihat.
“Jadi dewan pengawas semacam perluasan fungsi dewan penasihat yang sudah ada. Namun pemilihan dewan pengawas KPK harus transparan dan keberadaannya jangan sampai mengganggu proses hukum. Misalnya soal penyadapan, izin penyadapan itu kan izinnya bisa dari pengawas,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: