Jakarta, Aktual.com — Realisasi penerimaan dana perimbangan royalti dan iuran tetap tambang batu bara di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah periode Januari-September 2015 mencapai Rp73,7 miliar atau 84,21 persen dari target Rp87,5 miliar.

“Dana tersebut merupakan penerimaan bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat,” kata Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barito Utara (Barut), Mastur di Muara Teweh, Jumat (23/10).

Penerimaan tersebut merupakan hasil pembayaran kewajiban sejumlah investor tambang batu bara pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan izin usaha pertambangan (IUP) di kabupaten pedalaman Sungai Barito.

Realisasi triwulan ketiga untuk iuran tetap (landrent) Rp21,6 miliar (70 persen) dari rencana Rp30,9 miliar dan royalti (iuran eksplorasi dan eksploitasi batu bara) mencapai Rp52 miliar lebih (92 persen) dari target Rp56,5 miliar.

“Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu sekitar 64 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar tidak tahu,” katanya.

Kepala Bidang Pengawasan Tambang Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara Sarifudin mengatakan, jumlah investor batu bara yang sudah memasuki tahap eksplorasi dan eksploitasi di daerah ini masing-masing sekitar puluhan perusahaan.

“Namun dari puluhan investor yang telah memasuki tahap eksploitasi hanya sekitar 10 yang masih produksi,” katanya.

Hasil penjualan tambang batu bara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan sampai September 2015 mencapai 2,5 juta metrik ton.

Dua jutaan lebih ton batu bara itu diangkut menggunakan tongkang melalui Sungai Barito yang merupakan sarana utama transportasi hasil sumber daya alam sejumlah kabupaten di pedalaman Kalteng.

“Namun angkutan tambang batu bara itu sudah tiga bulan terhenti akibat Sungai Barito Surut, sehingga penjualan dalam beberapa bulan terakhir terganggu,” ujarnya.

Sarifudin mengatakan sejumlah perusahaan itu wajib membayar royalti kepada pemerintah dengan perhitungan kualitas kalori batu bara di bawah 5.100 kilo kalori dikenakan tiga persen dari harga jual.

Kemudian antara 5.100-6.100 kilo kalori dikenakan lima persen dari harga jual dan di atas 6.100 kilo kalori membayar royalti tujuh persen dari harga jual.

Sedangkan untuk “landrent”, seluruh investor yang memasuki tahap eksploitasi tahun pertama dikenakan Rp2.000/hektare, tahun II Rp2.500/hektare, tahun III Rp3.000/hektare dan tahap eksploitasi I (30 tahun) Rp15.000/haktare.

“Produksi batu bara di daerah itu sampai kini disebutkan belum maksimal karena faktor alam dan juga terkait dengan masalah perizinan jalan tambang dan kehutanan,” katanya.

Penjualan batubara Barut pada periode Januari-Desember 2014 mencapai 4,1 juta ton atau turun dibanding 2013 yang mencapai 5,1 juta ton.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka