Jakarta, Aktual.com – RS Sumber Waras akhir-akhir ini mencuat di banyak pemberitaan. Setelah persoalan pembelian lahannya atas perintah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ternyata jadi sorotan di Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tentang Laporan Keuangan APBD DKI Jakarta 2014.
Terlepas dari soal patgulipat di pembelian lahan, RS Sumber Waras ternyata terkait dengan sejarah panjang etnis Tionghoa di Indonesia saat masa kemerdekaan dulu.
Pengamat kebijakan Publik Amir Hamzah menceritakan sekelumit mengenai sejarah itu kepada Aktual.com.
Dituturkan dia, sebelum kemerdekaan RI hingga pasca kemerdekaan yang ditandai dengan pembacaan Proklamasi 17 Agustus, etnis Tiongkok yang saat itu disebut warga negara asing asal China di Indonesia, terbagi jadi tiga bagian. Yakni kelompok yang pro Republik Indonesia, kelompok yang pro Republik Rakyat China (RRC) dan yang kelompok yang pro Taiwan.
Seingat Amir, sejak dirinya masih di Maluku hingga tiba di Jakarta, kelompok etnis China yang pro republik pasti memasang bendera merah putih di pelataran rumah mereka. “Begitu juga yang pro Taiwan dan RRC memasang benderanya masing-masing sebagai bentuk sikap mereka,” kata dia, di DPRD DKI, Rabu (2/9).
Sampai sekitar tahun 1946, kelompok China pro republik mendirikan sebuat perkumpulan di Jakarta bernama ‘Sin Ming Hui’ yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan.
Saat itu, tutur Amir, perkumpulan Sin Ming Hui berhasil mengumpulkan uang sumbangan sebesar sampai Rp1.034.207 untuk membangun sebuah rumah sakit.
Rumah sakit berhasil didirikan, yang kelak menjadi RS Sumber Waras. Nama Sumber Waras pun ternyata merupakan singkatan dari ‘Sumbangan Bersama Warga Asing’.
Terkait dengan sikapnya yang mendukung republik Indonesia, kata Amir, warga China yang pro republik kemudian mendapat pengakuan dari Presiden Soekarno.
Terbukti dengan diangkatnya salah satu pengurus perhimpunan Sin Ming Hui. Yakni Oei Tjoe Tat menjadi Menteri Negara diperbantukan dalam Presidium Kabinet Kerja ditahun 1963. Oei tercatat pernah menjadi Ketua Umum Sin Ming Hui selama 4 periode (1950-1954).
“Bahkan pada ulang tahun ke 10 ‘Sin Ming Hui’ Walikota Djakarta Soediro tahun mengucapkan apresiasi dan berterimakasih dengan perkumpulan ini,” ucap Amir.
Setelah warga asing China diakui Pemerintah Indonesia, lambat laun perhimpunan ‘Sin Ming Hui’ pun berubah nama menjadi perkumpulan Chandra Naya.
Diinformasikan Amir, munculnya persoalan di pembelian lahan RS Sumber Waras sekarang ini, ternyata membuat internal kelompok tersebut terpecah. Lantaran ada pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan di dalamnya.
Kendati demikian, dipastikan Amir, persoalan Sumber Waras tidak akan bergeser menjadi masalah SARA seperti yang dikhawatirkan Ahok ataupun Jaya Suprana. “Karena Ahok-nya yang disoroti dalam persoalan ini, bukan China-nya. Karena tidak semua seperti itu. Banyak juga yang berkontribusi untuk Indonesia,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh: