Rupiah masih terpuruk. (ilustrasi/aktual.com)

 

Enam Langkah Pemerintah

Selain itu, potensi capital flight juga mengancam likuiditas nasional serta menjadi blunder bagi neraca pembayaran. Di samping itu, tingginya porsi kepemilikan asing pada utang negara juga mengancam produktivitas fiskal dimana selisih kurs APBN 2018 dengan kurs riil pada pembayaran utang luar negeri seharusnya dapat dialokasikan pada belanja produktif.

Terlebih lagi, jika tren pelemahan rupiah terus berlanjut hingga 2019 dimana banyak utang yang jatuh tempo, fiskal pemerintah akan semakin keok.

Karenanya, lanjut Zuhad Aji, PB HMI MPO merekemondasikan beberapa hal kepada pemerintah. Di antaranya adalah menempuh kebijakan serta insentif jangka pendek seperti menaikkan tarif produk impor; maksimalisasi penggunaan komponen lokal pada proyek-proyek infrastruktur dan lain sebagainya.

Ia menerangkan, kebijakan yang dimaksud memang dibutuhkan tapi tidak mampu menyelesaikan masalah secara mendasar serta tidak mampu memperkuat fundamental perekonomian nasional.

Zuhad Aji menambahkan, pihaknya mendesak pemerintah untuk melakukan enam langkah guna membangun daya tahan perekonomian nasional, khususnya dalam menghadapi pelemahan rupiah.

“Pertama, mewujudkan kedaulatan pangan dan energi nasional agar tidak bergantung pada pangan serta minyak impor serta dapat menjaga konsumsi masyarakat,” paparnya.

Kedua, lanjut lulusan Magister Hukum UII Yogyakarta ini, pemerintah mesti menerapkan kebijakan yang tegas serta insentif untuk menyimpan dana devisa hasil ekspor di perbankan domestik.

“Ketiga menerapkan target untuk membuka pasar-pasar baru ekspor melalui atase-atase perdagangan RI di luar negeri,” jelasnya.

Selanjutnya, Keempat mengembangkan destinasi dan meningkatkan infrastruktur pariwisata untuk mendorong peningkatan devisa dari sektor pariwisata.

“Kelima, menerapkan kebijakan yang mendorong peningkatan kepemilikan domestik pada surat utang maupun saham. Dan keenam, mendorong Presiden untuk menertibkan para menteri kabinet yang kecanduan praktek impor,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan