Ditegaskannya, apabila salah satu pihak menolak telah melakukan Misrepresentasi perjanjian dan kenyataannya tidak pernah ada putusan pengadilan dan pihak yang dirugikan juga tak pernah menggugat ke pengadilan maka artinya Misrepresentasi itu belum terbukti kebenarannya.
“Kalau dalam konsep hukum perdata nggak boleh di persangkakan seperti itu, jadi sekali lagi, Harus dibuktikan. Kalau baru diduga baru dipersangkakan oleh salah satu pihak baik itu oleh debitur atau kreditur (maka tidak benar, harus melalui pengadilan),” ujar dia.
“Sampai saat ini tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan adanya misrepresentation, artinya misrepresentation itu belum terbukti,” kata dia menambahakan.
Selain itu, saksi juga menilai bahwa kesimpulan audit Financial Due Dilligence (FDD) oleh Kantor Akuntan Publik Prasetio Utomo & CO (Arthur Andersen) hanya lah pendapat ahli dan belum bisa di jadikan pembenaran adanya misrepresentasi.
“Dalam PT, PT Tbk. PT yang go publik ke pasar modal. Itu legal to diligent itu (sifatnya) merupakan mandatori, Dari legal to diligent itu akan keluar hasil yang namanya pendapat hukum dari konsultan hukum, pendapat hukum itu maknanya ada pendapat. Disitu ada rekomendasi tetapi pendapat itu menurut saya itu belum menjustifikasi bahkan tidak bisa menjustifikasi adanya misrepresentasi,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara