Menurut Robertus pihaknya pernah memberitahukan temuan itu kepada Sjamsul. Kata Robert, pihaknya saat itu pernah memberitatahukan kepada Sjamsul soal misrepresentasi lewat surat yang dikirim oleh Kepala BPPN Glen Yusuf. Akan tetapi, sambung Robertus, Sjamsul tetap tidak mengakui hal tersebut sebagai misrepresentasi.
“Sjamsul mengatakan bahwa dia tidak mengungkapkan penjaminan itu karena piutang itu dikualifikasi sebagai utang kredit usaha kecil, jadi tidak perlu diungkap,” ungkap Robertus.
Hal tak jauh berbeda juga disampaikan Rukyat Kosasih selaku auditor dari kantor akumtan publik Prasetio Utomo and Co saat bersaksi. Kantor akumtan publik Prasetio Utomo and Co pernah diminta BPPN untuk melakukan kajian atas laporan keuangan pada 30 April 1999. Laporan keuangan itu terkait pembukuan dan audit dua perusahaan milik Sjamsul yakni, PT Dipasena Cirta Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Dari hasil pemeriksaan, kata Rukyat, ditemukan indikasi bahwa terdapat kredit macet dalam piutang yang diberikan perusahaan inti, yakni PT DCD dan WM kepada plasma, atau para petambak udang.
“Tak hanya itu. Dari penerapan prosedur yang disepakati bersama, utang perusahaan inti, yakni PT Dipasena pada bank (BDNI) juga macet, atau melampui plafon yang disepakati,” ungkap Rukyat.
Dikatakan Rukyat, prosedur pemeriksaan tidak hanya pada dokumen yang disediakan BPPN. Pemeriksaan juga menggunakan sampel dengan turun langsung ke petambak udang dan melihat proses produksinya.
“Menurut pengetahuan saya, macet sejak udang-udang itu sudah harus dijual ke perusahaan inti. Karena menurut perjanjian, cicilan diambil dari hasil penjualan,” terang Rukyat.
Syafruddin dalam perkara ini didakwa bersama-sama dengan Dorodjatun Kunjorojakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim. Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Syafruddin diduga telah memperkaya Sjamsul, selaku pemegang saham pengendali BDNI sebesar Rp 4,58 triliun. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby