Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan merasa heran jika produksi lifting gas dalam negeri lebih mahal dibandingkan luar negeri. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kembali melakukan blunder. Usai menuai sanggahan dari PT Freeport Indonesia lantaran telah mengklaim kewajiban divestasi sudah disepakati manajemen, kini Menteri Jonan kembali melakukan kesalahan dalam menghitung potensi tambahan penerimaan negara dari kenaikan harga jual gas ConocoPhillips Indonesia (COPI) dari lapangan Grissik, Blok Corridor.

Pasalnya, pada Rabu siang Jonan mengatakan potensi tambahan penerimaan negara dari kenaikan harga jual gas COPI mencapai US$19,7 juta atau berkisar Rp256 miliar hingga berakhirnya kontrak di 2019. Namun tak lama dari itu, diam-diam jajaran Kementerian ESDM mengoreksi angka tambahan penerimaan negara ditaksir hanya mencapai US$4,3 juta untuk penjualan gas COPI di periode 31 Juli 2017 hingga November 2018. Sementara pada periode yang sama, manajemen COPI dikabarkan memperoleh potensi tambahan pendapatan mencapai US$2,3 juta.

Pengamat energi dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi pun mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga jual gas COPI yang dilego ke PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk untuk wilayah Batam, Kepulauan Riaun.

“Tidak elok dalam pengelolaan terjadi salah hitung dengan waktu yang relatif cukup cepat. Kenaikan harga ini jatuhnya malah menguntungkan ConocoPhillips, bukan negara,” ujar Ahmad Redi di Jakarta, Jumat (25/8).

Menurutnya, desakan untuk menganulir kenaikan harga jual gas COPI harus dilakukan lantaran potensi tambahan penerimaan negara nyatanya hanya berada di angka US$4,3 juta, atau berkisar Rp58 miliar. Sedangkan di sisi lain, selaku penyalur gas ke konsumen PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk harus menerima kerugian mencapai Rp120 miliar per tahun, atau Rp240 miliar hingga berakhirnya kontrak di 2019.

“Harusnya pemerintah memberi hak istimewa untuk perusahaan negara, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang cenderung pro asing. Saya pikir pemerintah harus cermat dan memiliki analisa yang komprehensif sebelum mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti ini,” jelasnya.

Seperti diketahui, polemik perihal kenaikan harga jual gas mengemuka tatkala menteri Jonan meneken surat bernomor 5882/12/MEM.M/2017 yang pada 31 Juli 2017. Mengacu surat keputusan tersebut, COPI diperbolehkan menaikan harga jual gas dengan volume 27,27–50 billion british thermal unit per day (BBTUD), dari USD2,6 per million metric british thermal unit (MMBTU) menjadi USD3,5 per MMBTU.

Sementara selaku penyalur gas, PGN tidak diperkenankan menaikan harga jual gasnya ke PT PLN (Persero), pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) hingga pelanggan rumah tangga.

“Belakangan saya melihat kebijakan dan tata kelola sektor ESDM sudah tidak jelas. Baik itu migas, pertambangan, hingga energi baru, terbarukan. Dan sudah waktunya Pak Presiden mengevaluasi kinerja Pak Jonan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka