Seorang Dokter menunjukan vaksin

Jakarta, Aktual.com – Ketua Satgas Covid-19 Majelis Ulama Indonesia (MUI), M. Azrul Tanjung mendorong pemerintah untuk menggunakan vaksin halal dalam program vaksin booster atau dosis ketiga kepada masyarakat. Hal ini mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Ia pun meminta supaya pemerintah mengkaji penggunaan jenis vaksin dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.

“Kecuali awal, kalau awal dulu enggak apa-apa, karena memang vaksin halalnya enggak cukup. Nah sekarang dikaji lagilah, saya dengar sudah cukup itu, pakai yang halal ya. Kondisi ini tidak bisa lagi kita katakan kondisi yang darurat, kecuali awal-awal,” kata Azrul, di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (11/1/2022) kemarin.

Dia menyebutkan, ada sejumlah vaksin yang sudah mendapat izin penggunaan (Used Emergency Authorization/UEA) sebagai booster dari BPOM dan disertifikasi halal MUI.

“Gunakanlah vaksin yang halal bagi umat Islam. Ini soal prinsip. Memasukkan sesuatu pada tubuh kita, jangan benda yang haram dimasukkan, kondisinya sudah tidak lagi darurat,” ujar Azrul.

Sebelumnya, hal senda juga pernah disampaikan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH. Syamsul Ma’arif meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam pemberian vaksin untuk masyarakat di Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Menurutnya, vaksin untuk masyarakat muslim sebaiknya menggunakan vaksin yang tidak mengandung zat babi.

“Makanya pemerintah juga harus berhati-hati ketika memberikan vaksinasi. Bagi masyarakat yang muslim seharusnya menggunakan vaksin yang tidak terindikasi zat yang dilarang, misalnya babi. Kalau toh vaksin itu dari kandungannya ada yang dilarang, maka sebaiknya dialokasikan untuk sahabat-sahabat kita yang non muslim,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (8/1/2022) lalu.

Syamsul menegaskan, pemerintah harus menyediakan vaksin halal untuk umat Islam di Indonesia. Vaksin yang mengandung material non halal boleh digunakan, namun hanya dalam keadaan darurat saja.

Dia menyebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum produk non halal digunakan dalam kondisi darurat. Pertama, dapat mengancam nyawa seseorang jika tidak dilakukan. Kedua, tidak ada vaksin lain atau ada vaksin lain tetapi jumlahnya sangat tidak tercukupi, sementara kondisinya sangat membahayakan jika tidak tervaksinasi.

“Kalau tidak menggunakan vaksin yang haram itu membahayakan karena tidak ditemukan vaksin-vaksin yang lain, atau jumlah vaksin yang halal itu tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat,” jelasnya.

Syamsul menuturkan, jika sudah terdapat berbagai jenis vaksin, termasuk vaksin yang diproduksi secara halal, maka sudah tidak ada alasan lagi untuk menggunakan vaksin yang mengandung material non halal.

“Kalau vaksinnya sudah berlebihan, apalagi produksi vaksin sudah dalam negeri, maka sudah tidak ada alasan lagi bahwa vaksin yang terkandung material haram itu digunakan sekalipun dengan alasan darurat. Jadi alasan darurat itu hilang,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi