Jakarta, Aktual.com – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) diminta untuk menindak tegas 36 perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin kehutanan di Kalimantan Selatan.
Hal ini disampaikan Forest Watch Indonesia (FWI) menyusul temuan Satgas PKH yang mengungkap maraknya aktivitas tambang tanpa izin di sejumlah wilayah, termasuk di Kalsel.
Juru Kampanye Forest Watch Indonesia, Respati Bayu Kusuma, menegaskan bahwa keberadaan tambang ilegal di kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV) sangat berisiko menimbulkan bencana ekologis.
“Sangat jelas dapat menimbulkan risiko bencana, terlebih jika di dalamnya banyak area high conservation value,” ujarnya, ketika dihubungi aktual.com, Jakarta Kamis, (18/12/2025).
Menurut Bayu, Satgas PKH tidak bisa lagi menunda penindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi tanpa izin kehutanan. Ia menekankan pentingnya koordinasi antara Satgas PKH dengan pemerintah daerah di Kalsel agar penertiban berjalan efektif dan menyeluruh.
“Pemerintah seharusnya segera menertibkan perusahaan ilegal tersebut. Harus ada sinkronisasi antara tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan dengan pemerintah daerah Kalsel,” tegasnya.
FWI juga menyoroti lemahnya penegakan hukum yang kerap membuka celah bagi praktik deforestasi terus berlangsung. Bayu menyebut tumpang tindih kewenangan antar kementerian sebagai salah satu penyebab utama tidak konsistennya kebijakan di lapangan.
“Celah kebijakan atau penegakan hukum yang tidak konsisten seringkali membuat praktik deforestasi semakin marak, misal dalam hal ini adalah tumpang tindih kewenangan antara kementerian,” jelasnya.
Selain itu, FWI mengungkap adanya indikasi korupsi dalam proses penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Bayu menilai hal ini memperparah kerusakan lingkungan dan memperlemah upaya perlindungan kawasan hutan.
“Adanya potensi korupsi dalam penerbitan izin IUP, penerbitan IPPKH, menjadi persoalan serius yang harus dibenahi,” katanya.
Sebelumnya, Satgas PKH telah menertibkan sejumlah tambang ilegal di Bangka Belitung dan Sulawesi Tengah. Namun, Satgas PKH belum menindak 36 perusahaan di Kalsel yang tercatat beroperasi tanpa izin di kawasan hutan produksi dan hutan lindung.
FWI pun berharap Pemerintah pusat segera memperluas operasi penertiban ke Kalsel, mengingat potensi kerugian negara dan ancaman bencana ekologis yang semakin nyata. “Jangan menunggu terjadi bencana ekologis seperti di Sumatra,” pungkasnya.
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup pernah merilis, sedikitnya ada 36 korporasi di 38 titik yang tidak memiliki izin kehutanan namun masih beroperasi.
Dokumen tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap XI.
Sebanyak 36 perusahaan pertambangan tersebut beroperasi di kawasan hutan produksi (HP), hutan produksi tetap (HPT), hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan hutan lindung (HL).
Luasan lahan ke-36 perusahaan itu bervariasi dari 5 ha hingga ratusan ha per titiknya. Lokasinya berpencar dari mulai Tapin, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Kotabaru, hingga Tabalong.
Nama-nama 36 tambang bermasalah, tidak memiliki izin kehutanan, namun masih beroperasi itu antara lain.
PT Bahari Cakrawala Sebuku, PT Bangun Banua Persada Kalimantan, PT Pelsart Tambang Kencana, PT Pancareka Utama Enaineerina, CV Selagai Jaya, PD Baramarta, PT Bhumi Rantau Energi.
Lalu, PT Energi Batubara Lestari, PT Jorong Barutama Greston, PT Dutadharma Utama, PT Ikatrio Sentosa, PT Satui Terminal Umum, CV Rizki Dinda, PT Borneo Tala Utama, PT Amanah Anugerah Adi Mulia.
Kemudian, PT Prafa Coal Mining, PT Transcoal Minergy, PT Surya Sakti Darma Kencana, PT Akbar Mitra Jaya, PT Wahana Baratama Minina, PT Bara Pramulya Abadi, PT Persada Berau Jaya Sakti, PT Astri Mining Resources.
Serta, PT Saraba Kawa, CV Latanza, PT Dharma Energi Indonesia, CV Borneo Anugerah Mandiri, PT Tanjung Alam Jaya, PT Megah Mulia Persada Jaya, PT Dua Sahabat Jaya, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Yiwan Mining, KUD Gajah Mada, CV Berkat Usaha Karya, PT Tunas Inti Abadi, dan PT Angsana Jaya Energi.
Laporan: Yassir Fuady
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















