Jakarta, Aktual.com – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta masukan dari para pakar hukum internasional sebelum berbicara di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ) terkait pelanggaran yang dilakukan Israel di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur.
Pada tanggal 19 Februari 2024, Menlu Retno akan mewakili Indonesia menyampaikan pernyataan lisan untuk memberikan pandangan hukum kepada ICJ, sesuai permintaan Majelis Umum PBB yang meminta nasihat hukum (advisory opinion) dari ICJ, terkait konsekuensi hukum dari kebijakan dan tindakan Israel di Palestina.
“Di dalam konteks ini lah pandangan dan masukan dari para ahli internasional dibutuhkan. Karena hukum internasional adalah elemen penting dari politik luar negeri dan diplomasi Indonesia,” ujar Retno ketika membuka diskusi pakar bertema “Advisory Opinion di Mahkamah Internasional: Upaya Mendukung Kemerdekaan Palestina melalui Penegakan Hukum Internasional” di Jakarta, Selasa (16/1).
Para pakar yang berpartisipasi dalam diskusi tersebut termasuk Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A., Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D., Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M., dan Dr. Enny Narwati, S.H., M.H.
“Saya mengapresiasi kehadiran dan kontribusi para pakar hukum internasional untuk menyumbangkan pemikiran dan gagasan guna menajamkan pandangan hukum internasional yang akan saya sampaikan di Mahkamah Internasional pada Februari mendatang,” tutur Retno.
Dia menegaskan bahwa diplomasi Indonesia akan terus berlanjut melalui pendekatan politik, ekonomi, kemanusiaan, dan hukum internasional, dengan tujuan agar bangsa Palestina dapat mencapai kemerdekaannya sepenuhnya.
Pasca tiga bulan konflik di Jalur Gaza, dunia menyaksikan tingkat kematian tertinggi dengan 23 ribu penduduk Palestina tewas. Petugas medis dan fasilitas kesehatan, termasuk Rumah Sakit Indonesia, menjadi sasaran serangan.
Retno menyebutkan bahwa wabah penyakit kini mengancam para pengungsi, menjadikan situasi ini sebagai tragedi kemanusiaan yang sangat mengkhawatirkan.
“Karena itu, diplomasi Indonesia untuk Palestina belum selesai. Bagi Indonesia, gencatan senjata diperlukan, dan akan menjadi game changer untuk menyelesaikan isu Gaza,” tutur dia.
Selain itu, Retno mencatat bahwa jumlah negara yang mendukung resolusi Palestina di PBB semakin bertambah, sementara jumlah negara yang menentang atau abstain semakin menurun. Tekanan domestik terhadap negara kunci juga semakin meningkat, dan pada akhir tahun lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi kemanusiaan untuk Palestina. Namun, Retno menekankan bahwa upaya ini belum cukup.
“Kehadiran kita hari ini, tidak hanya untuk mendukung diplomasi Indonesia tetapi untuk mendukung penegakan world order (tatanan dunia) berdasarkan hukum internasional dan mendukung saudara kita di Palestina mencapai cita-cita kemerdekaan,” kata Retno menambahkan.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan

















