Gelombang kasus hukum yang menjerat loyalis Presiden Joko Widodo memperlihatkan arah baru penegakan hukum di era Prabowo Subianto. Dari Budi Arie Setiadi, Yaqut Cholil Qoumas, Immanuel Ebenezer, Nadiem Makarim, hingga Silfester Matutina, publik melihat pola aparat kini berani menindak tanpa pandang bulu.
Kasus pertama yang mencuat adalah dugaan judi online yang menyeret nama Budi Arie. Dakwaan di pengadilan menyebut adanya penerimaan dana oleh eks Menkominfo itu.
“Budi Arie Setiadi menerima jatah sebesar 50 persen dari keseluruhan website yang dijaga,” tegas jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kendati muncul dalam uraian dakwaan, penyidik belum kunjung memanggil Budi Arie yang kini duduk di kursi Menteri Koperasi dan UMKM.
Selanjutnya, KPK menyoroti dugaan korupsi kuota haji di era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Skema pembagian kuota tambahan yang janggal langsung dipertanyakan.
“Lalu kenapa bisa 50 persen:50 persen?” ujar Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur.
Usai diperiksa, Yaqut menanggapinya dengan hati-hati, “Alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal.”
Gelombang penindakan berlanjut ketika KPK menangkap Wamenaker Immanuel Ebenezer. Dalam operasi tangkap tangan, penyidik KPK menemukan barang bukti mencolok. Noel, sapaan Immanuel Ebenezer, adalah bekas pentolan Jokowi Mania.
“Yang pasti ada uang, ada puluhan mobil dan ada motor Ducati,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.
Ia menambahkan, “IEG meminta uang Rp3 miliar untuk renovasi rumah hingga satu unit motor Ducati.”
Puncaknya, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka korupsi pengadaan Chromebook.
“Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna.
Kendati demikian, Nadiem membantah keras tuduhan itu. “Saya tidak melakukan apapun. Allah akan mengetahui kebenaran,” kata Nadiem.
Tak ketinggalan, Silfester Matutina, Ketua Solidaritas Merah Putih, juga jadi sorotan. Ia berstatus terpidana kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla dengan vonis inkrah 1,5 tahun penjara, namun hingga kini belum dieksekusi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan pihaknya ‘sedang mencari’ Silfester untuk menjalani hukuman.
Fenomena ini memicu tafsir politik. Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai keberadaan loyalis Jokowi di lingkaran pemerintahan berpotensi melahirkan ‘dua matahari’ yang membingungkan publik.
Ia menyarankan Prabowo bertindak tegas mengevaluasi menteri-menteri tersebut, agar roda pemerintahan satu komando.
Sementara itu, Direktur IPO Dedi Kurnia Syah menilai penindakan ini sebagai ‘peluang Prabowo untuk membersihkan loyalis Jokowi, sekaligus menegaskan pengaruhnya lebih dominan dibanding bayang-bayang Jokowi.
Artikel ini ditulis oleh:
Andry Haryanto

















