Jakarta, Aktual.com– Sahabat Rasulullah SAW menjadi pelanjut dari estafet keilmuan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW. Ajaran-ajaran Rasulullah SAW disampaikan secara mulut ke mulut.
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq berdiskusi dengan Sayidina Umar dan beberapa sahabat lainnya untuk membukukan al-Quran. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran beliau banyaknya para penghafal Quran yang meninggal dunia.
Sedangkan Hadits, berbeda dengan al-Quran. Hadits-hadits pada saat itu tidak dibukukan karena sahabat pada saat itu masih sangat banyak dan kebohongan masih belum tersebar luas pada saat itu.
Seiring berjalannya waktu, pergolakan politik serta banyaknya berita-berita bohong tersebar luas sehingga membuat hilang kepercayaan satu sama lain. Begitu juga, banyaknya pelaku-pelaku yang berbicara mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW demi mendukung kebohongan mereka.
Sejak saat itu, para sahabat mulai selektif dalam menerima hadits. Mereka sangat berhati-hati dalam menerima ataupun menyampaikan sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Imam Muslim mengutip pendapat Ibnu Sirrin sebagai berikut:
لم يكونوا يسألون عن الإسناد، فلما وقعت الفتنة قالوا : سموا لنا رجالكم، فينظر إلى أهل السنة فيؤخذ حديثهم وينظر إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم
“Para sahabat (awalnya) tidak pernah menanyakan tentang isnad (silsilah berita). Ketika fitnah mulai tersebar, merekapun berkata (kepada setiap pembawa berita), “Sebutkan kepada kami silsilah keilmuan kalian! Lalu mereka memilah informasi dari ahli sunah dan ahli bid’ah. Hadits yang disampaikan oleh para ahli sunah mereka terima. Sementara itu hadits yang bersumber dari ahli bid’ah (yang suka berbohong) mereka tolak.”
Maka, pada masa-masa selanjutnya mulailah berkembang ilmu jarh wa ta’dil, yaitu ilmu untuk mengetahui kredibilitas pembawa berita. Begitu juga berkembang ilmu tentang asal-usul pembawa berita dan ilmu sanad untuk membuktikan apakah silsilah sebuat berita bersambung hingga kepada Nabi atau terputus dan ilmu tentang sebab-sebab tertolaknya sebuah berita.
Pada fase terakhir lahirlah sebuah karya-karya yang fokus membahas masalah-masalah ini. Karya-karya berupa al-Muhadditsul Fashil baynar Rawi wal Wa’I, Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits, al-Mustakhraj ‘Ala ‘Ma’rifati ‘Ulumil Hadits, al-Kifayah fi ‘ilmir Riwayah dan lain sebagainya.
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra