Jakarta, Aktual.com — Energi Watch Indonesia (EWI) mengamati permasalah sektor energi di Indonesia semakin ruwet dan semrawut, lebih-lebih presiden dan jajarannya kelimpungan seperti tidak punya jalan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada, dan malah sebaliknya pemerintah secara terus menerus menjadi sumber produsi masalah.

“Kemana perginya janji-janji kampanye Jokowi tentang kedaulatan energi? Nawacita sepertinya sudah terkubur dan mati muda, digantikan dengan selera sesaat oleh pemimpin bangsa ini. Banyak sekali masalah bermunculan dan justru masalah tersebut diproduksi oleh pemerintah sendiri bukan oleh pihak lain,” celoteh Direktur Eksekutif EWI, Ferdinand Hutahaean, Rabu (8/6).

Menurut EWI, ada beberapa permasalahan, pertama; tanpa disadari oleh rakyat tarif listrik sudah dinaikkan oleh PLN, dan sekarang rakyat harus membayar listrik lebih mahal dari sebelumnya, sementara DPR hanya protes dengan mengatakan (PLN diam-diam menaikkan tarif listrik dan tidak diberitahukan kepada DPR). Itu aneh katanya, mestinya DPR melakukan pengawasan dan bukan menunggu laporan.

Yang kedua temuan BPK atas Pph Migas yang hilang hampir Rp 1 triliun akibat keteledoran pemerintah, padahal sudah sejak tahun lalu hal ini diingatkan oleh BPK namun tidak juga terselesaikan hingga negara kehilangan hampir Rp 1 triliun dari Pph Migas.

Ketiga, adanya penyerbuan dan penyerangan preman atas instalasi objek vital nasional milik Pertamina di Sumatera Barat. Penyerangan ini adalah ancaman serius bagi negara karena objek vital ìni bila terganggu akan berdampak besar pada gangguan distribusi bahan bakar, dan distribusi yang terganggu akan mengakibatkan krisis bahan bakar ditengah masyarakat. Menurutnya pihak keamanan lalai mengamankan objek vital tersebut, padahal UU mengatur standar pengamanan atas objek vital.

Keempat adalah terbitnya telegram SK Dirjen Perhubungan Laut yang melarang kapal pengangkut kecil mengangkut BBM. Tentu jika ini diberlakukan maka dapat dipastikan bahwa daerah terluar dan terpencil tidak akan mendapat pasokan BBM dan Gas Elpiji.

“Dirjen Perhubungan Laut harusnya paham tentang ini, jangan cuma mikir dibelakang meja, turun kelapangan supaya tau masalahnya,” kesalnya.

Selanjutnya adalah masalah proyek listrik 35GW yang tidak juga terlihat wujudnya, hanya ada diatas kertas bahkan lelangnya pun tarik menarik antara PLN dengan Kementrian ESDM, dan lucunya seolah tidak tau masalah, Presiden Jokowi sibuk mencitrakan proyek ini berjalan dengan melakukan ground breaking, padahal yang sudah ground breaking tahun lalupun tidak jelas progresnya.

“Ini masalah sektor energi yang terus bertumbuh tanpa solusi, belum lagi nanti bulan Juli dimana harga BBM diprediksi akan naik karena kenaikan harga minyak dunia yang sekarang mendekati USD 50 / Barel dan kurs rupiah yang terus terpuruk. Sampai kapan sektor ini hanya akan memproduksi masalah? Jokowi segeralah bekerja dengan tindakan bukan dengan kata-kata kosong yang menghibur,” desak Ferdinand Hutahaean.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka