Jakarta, Aktual.co —Rendahnya kesadaran para anggota DPRD DKI periode 2014-2019 untuk melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kecaman dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, menganggap sikap para anggota dewan Kebon Sirih itu sangat memalukan dan tidak memberi contoh yang baik pada masyarakat mengenai upaya pencegahan korupsi.
“DPRD DKI sangat memalukan karena meremehkan Undang-Undang yang mewajibkan pejabat untuk memberi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK,” ujarnya saat dihubungi Aktual.co, Jumat (31/10).
Bahkan Uchok menuding penyebab enggannya para anggota dewan untuk melaporkan harta kekayaannya lantaran ada disembunyikan oleh mereka. 
“Mereka tidak mau ditelisik harta kekayaannya, mungkin mereka belum dapat apa-apa karena baru dilantik. Kan kalau mereka lapor LHKPN nantinya mereka bakal bisa diawasi kalau dilihat ada pencucian uang misalnya,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, dari temuan Jakarta Public Service (JPS) ternyata sejak dilantik 25 Agustus 2014 lalu, dari 106 anggota DPRD DKI belum ada satupun yang melakukan LHKPN ke KPK.
“Temuan itu didapat berdasarkan data dari Direktorat PP LHKPN KPK per 27 Oktober 2014,” ujar Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Muhammad Syaiful Jihad, di Jakarta, Jumat (31/10).
Padahal, ujar Syaiful, anggota dewan harusnya sudah melaporkan harta kekayaannya paling lambat dua bulan setelah dilantik. 
Dan ternyata, di periode sebelumnya yakni di periode 2009-2014, kesadaran para anggota dewan untuk melaporkan harta kekayaannya pun tak beda jauh rendahnya.
Dari hasil kajian JPS untuk DPRD DKI di periode itu, hanya satu anggota yang melaporkan harta kekayaan ke KPK. Atau hanya 98,94 persen dari total 94 anggota DPRD. 
Syaiful menyayangkan terulangnya hal itu. Sebagai wakil rakyat para anggota dewan harusnya mempelopori penyerahan laporan kekayaan.
Karena selain untuk mengontrol kekayaan anggota DPRD DKI, LHKPN juga bisa membangun kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. 
“Bahwa sebelum melayani masyarakat, mereka menunjukkan niat baik dengan memenuhi kewajibannya. Dan itu bagian dari dukungan terhadap gerakan anti korupsi,” ujarnya.
Sedangkan kewajiban itu sudah diatur di UU No 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dan Keputusan KPK Nomor: KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman LHKPN.
Syaiful mengakui memang ada 18 anggota dewan atas sekitar 16,98 persen yang sudah pernah menyerahkan LHKPN ke KPK. Tapi itu dilakukan mereka jauh sebelum dilantik. 
“Sehingga mereka tetap wajib mengisi Formulir LHKPN untuk Model KPK-B. Karena sebelumnya mereka pernah menyerahkan LHKPN,” ujarnya.
Sedangkan bagi anggota dewan yang sama sekali belum pernah melaporkan LHKPN, maka mereka wajib mengisi formulur Model KPK-A. “Jumlah mereka ada 88 anggota dewan atau 83,02 persen.”

Artikel ini ditulis oleh: