Jakarta, Aktual.com – KPK diminta mengusut pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kouta haji tambahan 2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Saat ini, KPK baru memeriksa dugaan keterlibatan Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz , dan sejumlah pemilik travel haji dan umrah.
Diduga masih ada peran oknum pejabat Kementerian Agama yang terkait kebijakan memberikan kouta haji tambahan sebanyak 10 ribu untuk haji khusus. Siapapun pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut mestinya turut diperiksa.
Demikian disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, Direktur Eksekutif KPK Watch M Yusuf Sahide, dan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, kepada aktual.com, Jakarta, Minggu (5/10/2025).
“Berdasarkan data kami selain tiga orang yang sudah dicekal juga ada pejabat lain yang diduga menerima gratifikasi melalui pemberangkatan haji anggota keluarganya dengan harga murah, termasuk Wamenag Syaiful Dasuki dan pejabat lainnya. Kami punya datanya dan sudah diserahkan ke KPK,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Baca juga:
Patgulipat Kuota Haji Tambahan
Menurut Boyamin, banyak keluarga pejabat kemenag yang menggunakan fasilitasi haji plus dengan harga murah dari kouta haji tambahan tersebut. Hal itu, dinilainya sebagai salah satu bentuk gratifikasi.
“Misalnya, yang seharunya bayar 400 juta, hanya bayar 200 juta. Kan 200 juta sisanya itu gratifikasi karena keluarga pejabat Kemenag. Data sudah diserahkan, biarkan KPK mendalami,” ujarnya.
Boyamin menyatakan, kasus haji tersebut sangat melukai ribuan jemaah calon haji dan masyarakat Indonesia yang masih menunggu puluhan tahun untuk berangkah haji. Namun saat ada penambahan kuota 20 ribu malah diberikan ke jemaah haji plus.
Adapun Yusuf Sahide menyampaikan, kasus kouta haji tambahan juga membuka informasi adanya jemaah reguler yang baru mendaftar bisa langsung berangkat haji tanpa antrian. Hal ini, katanya, menyakiti calon jemaah reguler lainnya yang menunggu waktu hingga puluhan tahun agar bisa naik haji.
“Dewas BPKH harus dilibatkan dalam pengusutannya. KPK harus periksa meminta keterangan Dewas BPKH dan memeriksa Badan Pelaksana BPKH terkait keputusan itu,” ucap Yusuf.
Baca juga:
Asa Harapan Baru Kementerian Haji, Stop Korupsi yang Berulang!
Menurut Yusuf hal itu penting diusut karena dari keputusan tersebut merugikan calon jemaah haji reguler yang sudah menunggu puluhan tahun. “Jemaah haji reguler yang langsung berangkat kan berarti menggunakan uang optimalisasi haji yang dikelola BPKH yang seharusnya menjadi hak jemaah haji yang sudah menunggu puluhan tahun,” paparnya.
Sedangan Uchok Khadafi menungkapkan, KPK harus mengungkap siapa saja oknum pejabat Kemenag yang menerima setoran uang dari biro haji dan umrah terkait tambahan kouta 10 ribu. Selama ini, katanya, KPK hanya menyebut oknum pejabat Kemenag menerima setoran tanpa mengungkap siapa saja oknum tersebut.
“KPK harus buka ke publik siapa saja oknum pejabat Kemenag penerima uang setoran dari biro travel. Agar publik bisa ikut mengawal dan mengawasi pengusutan kasus ini,” papar Uchok.
Menurut Uchok, tidak mungkin kasus ini hanya melibatkan menteri dan staf khusus. Oknum pejabat Kemenag, katanya, disinyalir sebagai pengepul uang dari biro travel dan membagi uang setoran itu ke beberapa pihak di Kemenag.
“Pasti ada operator yang menerima uang setoran dari biro travel, mengumpulkannya, lalu membagi-bagikannya ke pihak-pihak terkait di Kemenag,” ungkap Uchok.
Baca juga:
Misteri Tersangka Kuota Haji dan Ujian Keberanian KPK
KPK saat ini tengah menangani kasus kouta haji tambahan musim haji 2024. KPK telah mengeluarkan surat cegah tangkal (cekal) ke Yaqut Cholil Qaumas, Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur (FHM) dalam kasus tersebut.
KPK juga sudah melakukan penggeledahan ke kantor kemenag terutama ruang direktorat haji dan umrah, kantor Maktour Travel dan beberapa lokasi lainnya.
Praktik ini bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Kuota tambahan itu kemudian dilobi oleh sejumlah pengusaha travel kepada oknum pejabat Kemenag hingga terbit Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024.
KMA Nomor 130 itu membagi tambahan itu untuk haji reguler sebanyak 50 persen, dan haji khusus 50 persen. Masalahnya, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengatur bahwa sebanyak 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 (tiga) orang, yaitu YCQ, IAA, dan FHM terkait dengan perkara sebagaimana tersebut di atas,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
Baca juga:
KPK Sebut Transparansi Jadi Kunci Pengelolaan Layanan Haji 2026
Pencegahan Yaqut tak lama setelah KPK mengumumkan telah memulai proses penyidikan dalam perkara ini pada Sabtu (9/8). Dalam perkara ini KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, dugaan awal adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp1 triliun. Meskipun begitu, KPK belum mengumumkan tersangka dalam perkara tersebut.
Ratusan Travel Haji Terlibat
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, hampir 400 travel haji diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka menerima diduga menyuap pihak di Kemenag untuk mendapatkan kouta tambahan 10 ribu.
“Siapapun yang diduga mendapatkan keuntungan dari proses jual-beli kuota haji ya harusnya bisa jadi tersangka,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, alasan biro travel maupun pihak yang tergabung dalam asosiasi haji atau konsorsium perlu ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima keuntungan dari penjualan kuota haji yang merugikan negara sebesar Rp1 triliun. Mereka juga diduga melakukan lobi kepada oknum pejabat Kemenag terkait pembagian kuota tersebut.
“Mulai paling bawah Biro Travel, terus yang konsorsium, itu dari sisi swastanya,” ucap Boyamin.
Baca juga
Kemenhaj Minta DPR Segera Bentuk Panja BPIH
Boyamin menyebutkan, biro travel memberikan keuntungan dari jual beli kuota haji kepada oknum pejabat Kemenag sebagai bentuk komitmen fee dari hasil penjualan pembagian kuota tersebut.
Dugaan praktik jual beli kuota itu melibatkan setoran perusahaan travel kepada pejabat Kemenag sebesar USD 2.600–7.000 per kuota, atau setara Rp41,9 juta–Rp113 juta (kurs Rp16.144,45). Transaksi tersebut dilakukan melalui asosiasi travel sebelum diserahkan kepada pejabat Kemenag secara berjenjang.
Boyamin mendesak KPK segera mengumpulkan bukti dan menetapkan tersangka dari pihak oknum pejabat Kemenag maupun biro travel.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

















