Petugas mengecek tumpukan uang sebelum diedarkan ke sejumlah ATM di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (27/4). Bank Indonesia menyatakan volatilitas atau fluktuasi nilai tukar mata uang yakni rupiah terhadap mata uang asing sepanjang bulan Maret hingga April 2016 cenderung stabil yakni sebesar 5,6 persen. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Sepanjang pekan kemarin, laju nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (USD) terhempas ke zona merah. Kondisi ini diperkirakan masih akan terjadi perdagangan pekan depan.

Menurut analis PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, sepanjang pekan lalu di tengah pelemahan laju USD, ternyata mata uang yen juga melemah lebih dalam. Akibat dari berkurangnya keyakinan pasar terhadap efektivitas program stimulus Bank of Japan (BoJ).

Kata dia, hal itu membuat laju rupiah cenderung melemah tipis, terimbas secara tidak langsung pergerakan yen. “Masih belum adanya kesepakatan terkait kenaikan tingkat suku bunga oleh para petinggi The Fed (The Fed Rate) membuat laju USD masih tertekan dan sempat berdampak pada penguatan yen di Asia,” ungkap Reza dalam laporan analisisnya, Minggu (21/8).

Menurut dia, data-data yang mendukung seperti current account Uni Eropa yang surplus tipis 37,6 miliar euro dari tahun lalu yang mencapai 37,5 miliar euro (yeor on yeor), data UK retail sales juga meningkat 1.4% dari sebelumnya -0.9% (yoy), dan meningkatnya pekerja di Australia menjadi katalis positif tersendiri untuk euro, poundsterling, maupun dollar Australia.

“Memang di pekan kemarin, rupiah sempat menguat seiring optimisme terhadap tingkat pertumbuhan di RAPBN 2017 sebesar 5,3%. Namun di akhir perdagangan berbalik melemah jelang BI merilis suku bunga baru, BI 7-Day Reverse Repo Rate,” papar Reza.

Pasalnya, BI 7-Day Repo Rate yang dipatok BI di angka yang lebih rendah, yaitu 5,25%. Angka ini dirasa kurang memberikan dorongan bagi rupiah untuk menguat.

Ditambah lagi, lanjut Reza, potensi kenaikan tingkat suku bunga AS membuat laju USD bergerak variatif pada perdagangan di akhir pekan, dimana mampu menguat terhadap EUR, NZD, serta Rupiah.

Apalagi memang, angka inflasi AS yang turun serta notulensi rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada pekan ini yang tidak terburu-buru menaikan suku bunga terimbangi dengan desakan beberapa kepala The Fed untuk segera meningkatkan suku bunga.

“Imbasnya laju USD cenderung menguat dan rupiah pun tertekan,” tegas dia.

Menurut Reza, rupiah kehilangan momentum bertahan menguat setelah laju USD kembali naik pasca sikap pelaku pasar yang kembali khawatir The Fed akan menaikan suku bunganya lebih cepat.

“Makanya, kami menilai masih rawannya pergerakan laju rupiah dan masih ada potensi pelemahan lanjutan. Diharapkan pelemahan yang terjadi dapat terbatas,” ujar dia.

Untuk itu, pada perdagangan pekan depan, laju rupiah hampir mendekati target area resisten di kisaran Rp13.072. “Sedang target support-nya akan berada di angka Rp13.182-13.072 atau kurs tengah BI,” pungkas Reza. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: