Jakarta, Aktual.com – Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan sistem kuota impor komoditas gula rawan korupsi yang terindikasi dari penetapan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman yang terkait dengan impor gula.

“Kasus yang menimpa Irman Gusman adalah contoh bagaimana upaya pemerintah melalui Bulog untuk mengontrol jumlah pasokan pangan yang beredar justru memicu praktik korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu demi mendapatkan kuota impor,” kata peneliti CIPS bidang Perdagangan dan Kesejahteraan Rakyat, Hizkia Respatiadi, Rabu (22/2).

Dia memaparkan, saat ini, hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki kuota yang diperbolehkan mengimpor sejumlah komoditas tertentu seperti gula, daging sapi, dan beras.

Sistem kuota itu, ujar dia, ternyata mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk menjalin jejaring politik dan melakukan pendekatan kepada para politisi tertentu.

Impor gula telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 yang menyebutkan bahwa pengajuan permohonan impor hanya dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem Inatrade dari Kementerian Perdagangan.

Namun nyatanya, kasus korupsi dan penyuapan masih dapat terjadi akibat masih sulitnya menjaga transparansi dari proses ini.

Adapun kuota dan lisensi impor, serta jumlah bahan pangan yang harus diimpor seluruhnya ditangani oleh pemerintah pusat.

Sayangnya, keputusan yang diambil kerap berdasarkan pada data yang kurang akurat dan kurang merepresentasikan jumlah kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.

“Jika pemerintah ingin mencegah kasus seperti ini terulang, dan memastikan agar negara kita memiliki pasokan gula yang cukup dengan harga yang terjangkau, maka pemerintah harus meninggalkan sistem kuota,” katanya.

Untuk itu, ia mengusulkan pemerintah membuat sistem lisensi impor yang transparan dan terbuka bagi semua perusahaan yang berkompeten, dan keputusan impor diserahkan kepada perusahaan sesuai hukum permintaan dan penawaran yang berlaku di pasar.

Sebelumnya, mantan Ketua DPD Irman Gusman divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan