Ribuan sopir angkutan umum Jabodetabek yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) melakukan unjuk rasa di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (22/3). Dari hasil demo ini para sopir taksi menunggu langkah pemerintah dan DPR untuk mengambil kebijakan. Langkah pertama mendesak aplikasi taksi online untuk ditutup, jika upaya itu tidak dilakukan segera, tidak menutup kemungkinan akan ada demo yang lebih besar. Aktual.com/Eko S Hilman

Mataram, Aktual.com – Ratusan sopir menggelar unjuk rasa di kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Nusa Tenggara Barat, Rabu (23/3), menolak adanya angkutan umum, terutama jenis taksi berbasis teknologi informasi atau “online” karena diduga ilegal.

Ratusan sopir taksi dari berbagai perusahaan tersebut datang bersama Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Nusa Tenggara Barat (NTB) Antonius Z Mustafa Kamal serta sejumlah pemilik usaha taksi di Kota Mataram.

Setelah berorasi beberapa menit, sejumlah perwakilan sopir diterima Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) NTB Agung Hartono dan Kepala Polisi Sektor Mataram AKP Taufik.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua Organda NTB Antonius Z Mustafa Kamal mengatakan tujuan aksi yang dilakukan para sopir, operator dan pemilik usaha taksi ingin menyampaikan aspirasi supaya persoalan angkutan berbau ilegal berbasis “online” tidak diizinkan masuk ke NTB, khususnya Lombok.

Selain itu, mereka menolak keberadaan angkutan umum jenis kendaraan bak terbuka karena sudah jelas dalam undang-undang dilarang untuk mengangkut orang, tapi hanya untuk mengangkut barang.

“Mari kita sama-sama taat dengan segala bentuk kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” kata Antonius.

Sementara itu, Ketua Koperasi Lombok Baru, Basir, mengatakan keberadaan taksi “online” seperti Uber dan Grabb, di Jakarta, telah mengusik kenyamanan dan ketentraman para sopir taksi resmi di seluruh Indonesia, termasuk di Lombok, meskipun angkutan berbasis teknologi informasi tersebut belum ada di NTB.

Menurut dia, kehadiran taksi Uber dan Grab sangat mengkhawatikan karena berpotensi mengganggu kondusivitas daerah yang sudah terjaga, telebih NTB sedang berupaya mendatangkan banyak turis.

“Kami dengan tegas tidak ingin melihat kehadiran Uber dan Grabb yang terlalu enak, mentang-mentang menguasai teknologi informasi dan modal besar lalu seenaknya menindas kami yang kecil,” ujarnya.

Direktur Utama Rangga Taksi, Junaidi, menambahkan, aksi damai yang dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap apa yang dilakukan rekan-rekan sopir taksi di Jakarta, yang menolak kehadiran taksi Uber dan Grab.

“Aksi unjuk rasa ini untuk mencegah, kami tidak ingin setelah taksi “online” itu masuk baru kami ribut,” katanya.

Menanggapi aspirasi para sopir taksi, Kepala Dishubkominfo NTB Agung Hartono menegaskan pihaknya konsisten menjalankan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di mana dijelaskan bahwa penyelenggaraan angkutan harus berizin.

“Yang tidak memenuhi ketentuan UU, tentu kami lakukan penegakan hukuman sesuai kondisi yang ada,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara