Jamaah calon haji asal Kabupaten Tegel antre menunggu pembagian visa di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (9/8). Menurut data Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Asrama Haji Donohudan, Boyolali, sebanyak 9.124 calon haji asal Jawa Tengah dan DIY yang belum mendapatkan visa dan hingga kini masih dalam proses penyelesaian. ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) melakukan inovasi perbaikan layanan ibadah haji dengan memberlakukan pengambilan sidik jari dan foto pada pendaftaran ibadah haji.

Merujuk antrian jemaah haji Indonesia yang rata-rata mencapai 17 tahun, bahkan 43 tahun di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, Ditjen PHU mengeluarkan Keputusan Dirjen PHU no 28/2016 tentang Pedoman Pendaftaran Haji Reguler.

Dalam aturan itu, pendaftaran haji wajib dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan untuk pengambilan foto dan sidik jari. Selain itu, jemaah haji yang pernah menunaikan ibadah haji dapat melakukan pendaftaran haji setelah 10 tahun sejak menunaikan ibadah haji yang terakhir.

“Pemberlakukan dua ketentuan ini dalam rangka penguatan data dan validitas identitas calon jemaah haji serta pembatasan pergi haji bagi jemaah yang sudah pernah haji,” jelas Kasubdit Pendaftaran Haji Noer Aliya Fitra di Jakarta, Minggu (12/3).

Disampaikan, database berbasis sidik jari ini diharapkan akan lebih memudahkan proses deteksi dini calon jemaah haji. Apakah sudah pernah berhaji atau belum. Hal ini penting seiring dengan adanya aturan kalau masyarakat baru boleh mendaftar haji lagi setelah sepuluh tahun dari keberangkatan terakhir.

Selain itu, dengan perekaman sidik jari maka data jemaah akan tetap otentik walaupun jemaah yang bersangkutan mengkoreksi identitas diri.

“Hal ini penting sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan tindakan manipulatif pihak tertentu yang ingin memanfaatkan data jemaah. Ini akan berlaku baik untuk jemaah haji reguler maupun khusus,” jelasnya.

“Keberadaan sidik jari akan menjadi salah satu kunci filter pendaftaran, selain data dukung lainnya yang berupa nama, nama orang tua, dan alamat calon jemaah,” sambung Nafit, sapaannya.

Sebagai tindaklanjut dari Keputusan ini, sejak setahun lalu Ditjen PHU meminta Kankemenag Kabupaten/Kota untuk menyediakan alat sidik jari dan kamera foto. Sampai hari ini sedikitnya sudah 80 persen Kankemenag Kabupaten/Kota yang sudah dilengkapi kedua perangkat tersebut.

“Kami mentargetkan 31 Maret ini semua Kankemenag telah melakukan memasang alat sidik jari dan kamera sebagai bagian keharusan dari proses pendaftaran,” terang Nafit.

Dalam upaya percepatan pembatalan, Ditjen PHU juga akan melakukan pendeteksian jemaah haji yang sudah dikonfirmasi batal di Kankemenag. Prosedur selama ini harus menunggu surat pengajuan pembatalan dari Kankemenag.

“Kami akan segera memproses pembatalan di aplikasi Siskohat bila terdeteksi Kankemenag telah melakukan konfirmasi pembatalan dan membuat surat pengajuan pembatalan walaupun secara fisik surat tersebut belum kami terima. Jadi semacam konfirmasi pembatalan semi otomatis di sistem,” katanya.

Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan kecepatan layanan pembatalan yang selama ini masih menjadi keluhan beberapa jemaah haji atau ahli waris saat yang bersangkutan membatalkan pendaftarannya.

“Mudah-mudahan langkah ini dapat lebih mempercepat proses pembatalan dan pencairan dana BPIH,” harapnya.

Artikel ini ditulis oleh: