Industri Sawit Nasional (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Praktisi bisnis Tanah Air Ahmad Rizal mengatakan berbagai pihak harus memandang lebih jauh terkait kebakaran hutan yang terjadi saat ini, karena bisa jadi ada upaya asing untuk mengambil alih industri sawit nasional melalui perantara.

“Saya justru curiga ada permainan apa, mengapa Singapura mau menuntut Indonesia secara legal internasional?. Sementara seperti diketahui sebagian besar perusahaan yang bergerak di kehutanan adalah milik nasional,” kata Rizal di Palembang, Senin (5/10), ketika diminta tanggapan terkait kasus kebakaran hutan dan lahan.

Sebagai seseorang yang sudah lama berkecimpung di organisasi bisnis dan profesi, ia mengatakan, Indonesia sebagai negara yang saat ini menjadi sorotan dunia terkait bencana kabut asap harus mengambil sikap yang tepat dan tidak perlu emosi, seperti menutup sejumlah perusahan.

Menurut hakim Badan Abritrase Nasional ini, setiap perusahaan seperti bubur kertas dan Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam kategori “besar” telah memiliki rencana perusahaan untuk jangka panjang, yakni minimal 20-30 tahun terkait pasokan bahan baku sehingga dipastikan akan menjaga kesuburan tanah.

“Aneh rasanya jika perusahaan dituduh membakar hutan, karena itu justru merugikan buat mereka. Apalagi, perusahaan ini sudah diawasi oleh badan lingkungan dunia, seperti The Forest Trust, Rainforest Alliance, dan Greenpeace, yang jika melanggar aturan terkait lingkungan maka produknya tidak ada diterima,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Provinsi Sumatera Selatan ini.

Ada kemungkinan, ia melanjutkan, kebakaran lahan ini disengaja oleh oknum tertentu untuk merusak citra perusahaan sawit nasional dengan memperalat warga.

Oleh karena itu, anggota dewan penasihat Apindo Sumsel ini mengharapkan, pemerintah mawas diri karena ada kemungkinan pihak yang ingin mengambil industri sawit nasional melalui tangan lain. Pola lainnya dapat juga berupaya membuat industri sawit Indonesia mati, lalu ketika dibeli investor asing menjadi sangat murah.

Menurutnya, hal ini cukup masuk akal, karena Indonesia merupakan negara yang berada di equator (garis khatulistiwa) dengan dua musim, sementara di belahan dunia lain ada negara yang dihadapkan empat musim.

Sumber Daya Alam Indonesia demikian berlimpah, asalkan dikelola dengan baik dan berkelanjutan maka pada 20 tahun ke depan bakal menjadi sorotan dunia, karena menjadi negara pemberi makan dunia (energi dan pangan).

“Sekarang pertanyaannya, negara yang tidak tinggal di equator, bagaimana cara mereka untuk bisa eksis ?. Jika tidak memiliki kantong energi sendiri, maka dipastikan mereka menjadi negara minus dan sangat tergantung dengan negara lain,” kata Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Provinsi Sumsel ini.

Untuk itu, jika berpandang lebih jauh, maka sudah sepatutnya Indonesia mewaspadai intrik-intrik yang mungkin digulirkan melalui isu lingkungan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan