Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo melakukan tinjauan dan sosialisasi uang rupiah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun emisi 2016 di pusat perbelanjaan Blok M Square di Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016). Di pusat perbelanjaan tersebut, Agus juga menyaksikan layanan penukaran uang NKRI desain baru tersebut. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus DW Martowardojo mengklarifikasi bahwa uang rupiah yang baru tidak memuat simbol terlarang palu dan arit. Gambar yang dipersepsikan sebagian pihak merupakan simbol palu dan arit merupakan logo BI yang dipotong secara diagonal.

Menurut Agus, klarifikasi ini penting untuk menanggapi informasi dan penafsiran yang berkembang di media, terutama media sosiak yang menyatakan bahwa uang rupiah baru memuat simbol terlarang palu dan arit.

“Jika jika dipotong membentuk ornamen yang tidak beraturan. Padahal gambar itu sebagai gambar saling isi (rectoverso), bagian dari unsur pengaman uang Rupiah. Pengaman ini penting agar masyarakat mudah mengenali ciri-ciri keaslian uang, sekaligus menghindari pemalsuan,” papar Agus di Jakarta, Selasa (10/1).

Agus menegaskan, gambar rectoverso dicetak dengan teknik khusus, sehingga terpecah menjadi dua bagian di sisi depan dan belakang lembar uang, dan hanya dapat dilihat utuh bila diterawang.

“Rectoverso ini umum digunakan sebagai salah satu unsur pengaman berbagai mata uang dunia, mengingat rectoverso sulit dibuat dan memerlukan alat cetak khusus,” ungkap Agus.

Di Indonesia, lanjutnya, rectoverso telah digunakan sebagai unsur pengaman rupiah sejak tahun 1990-an. Sementara logo BI telah digunakan sebagai rectoverso uang rupiah sejak tahun 2000.

Menurutnya, rupiah merupakan salah satu lambang kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, uang rupiah ditandatangani bersama oleh Gubernur BI dan Menteri Keuangan Republik Indonesia.

“Untuk itu, BI mengingatkan kembali kepada masyarakat agar senantiasa menghormati dan memperlakukan uang rupiah dengan baik,” harapnya.(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid