Jakarta, Aktual.com — Politikus Partai Persatuan Pembangunan Dimyati Natakusumah menyiratkan tidak mengakui hasil usulan kesepakatan dua kubu yang berpolemik di internal PPP sebagaimana mediasi oleh Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (PP Parmusi) di Jakarta, Sabtu (5/3) malam.

Dimyati memandang kesepakatan yang dimediasi Parmusi, yang salah satunya menghasilkan usulan kesepakatan penyelenggaraan Muktamar VIII hanya diikuti pengurus PPP hasil Muktamar Bandung dan Muktamar Surabaya.

“Yang diselenggarakan Parmusi itu mungkin versi Muktamar VII Bandung. Kalau Muktamar VIII sudah diselenggarakan pada 30 Oktober hingga 2 November 2014 di Jakarta dengan menghasilkan Ketua Umum bapak Haji Djan Faridz,” ujar Dimyati dihubungi dari Jakarta, Minggu (6/3) malam.

Dimyati menekankan Muktamar VIII Jakarta juga telah menghasilkan kepengurusan dengan akta notaris Teddy Anwar SH SpN dan telah disahkan Mahkamah Agung.

Mengenai keberadaan sosok Fernita Darwis yang selama ini dikenal sebagai loyalis Djan Faridz dalam penandatanganan kesepakatan yang dimediasi Parmusi itu, Dimyati menyatakan dalam penandatanganan itu mungkin Fernita bertindak selaku pengurus PPP hasil Muktamar Bandung.

“Coba dilihat, karena beliau (Fernita) sebagai ketua di PPP Muktamar VII Bandung,” terang Dimyati.

Dimyati pun menekankan apabila kesepakatan itu bertentangan dengan putusan MA yang telah mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta, maka kesepakatan itu bertentangan dengan hukum.

Sebelumnya Ketua Umum PP Parmusi Usamah Hisyam menyatakan pihaknya menjadi mediator dua kubu yang bertikai di internal PPP dalam pembicaraan informal di Hotel Sahid Jakarta, Sabtu (5/3) malam.

Usamah menyampaikan dalam pertemuan itu kedua kubu menandatangani surat usulan kesepakatan yang isinya antara lain mengenai islah dan penyelenggaraan Muktamar VIII.

“Pada Sabtu tanggal 5 Maret 2016 pukul 23.00 WIB, telah dilaksanakan pertemuan informal kepengurusan PPP Muktamar Bandung yang menghasilkan enam poin usulan kesepakatan,” ujar Usamah.

Keenam poin usulan itu, sebagaimana tertulis dalam lembar surat kesepakatan yang disampaikan Usamah, antara lain menyepakati terselenggara islah demi eksistensi PPP dan kemaslahatan ummat.

Lalu, menyepakati menerima SK Menkumham Muktamar VII Bandung sebagai dasar hukum penyelenggaraan Muktamar VIII PPP.

Kemudian, menyepakati untuk melakukan komunikasi intensif dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum DPP PPP, dan menyepakati terselenggara rapat-rapat harian Pengurus Harian DPP PPP.

Usulan itu juga menyepakati pembentukan panitia Muktamar VIII PPP (OC & SC), dan terakhir menyepakati mengakomodir seluruh pihak di dalam kepanitiaan Muktamar VIII PPP.

Menurut Usamah, surat usulan kesepakatan itu ditandatangani Fernita Darwis yang mewakili kubu Djan Faridz (Muktamar Jakarta), Reni Marlinawati sebagai perwakilan kubu Romahurmuziy (Muktamar Surabaya), dan Usamah Hisyam selaku mediator sekaligus saksi.

Sejumlah kader PPP yang hadir dalam pertemuan itu, antara lain Emron Pangkapi, Rahman Yacob, Donie Tokan, M Soleh Amin, Hasan Husaeri, Rusli Effendi, D Hamid, Syahrial A, Ahmad Bay Lubis, Chaidir, Tamam Achda, Djafar A, dan Arwani Thomafi.

Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM memutuskan “menghidupkan” kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung dengan masa bakti enam bulan, untuk merumuskan proses islah di dalam internal PPP.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan