Aktivis Greenpeace bersama sejumlah relawan membentangkan banner sebagai bentuk kampanye mencegah terjadinya kembali kebakaran hutan yg menimpa wilayah lahan gambut di Desa Paduran, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (3/12). ANTARA FOTO/Greenpeace/Ulet Ifansasti/pras/15.

Jakarta, Aktual.com — Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan, pemerintah perlu lebih terbuka dalam pengelolaan gambut untuk kegiatan ekonomi seperti di Malaysia.

“Tidak semua kegiatan di gambut harus dibatasi karena telah banyak kegiatan berjalan di kawasan itu. Jangan sampai keputusan yang salah berdampak pada kemandekan industri dan bertambahnya tingkat pengangguran di Indonesia,” katanya di Jakarta, Sabtu (12/3).

Irman juga mengungkapkan, dana desa yang anggarannya hampir Rp50 triliun bisa menjadi ujung tombak dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

“Dengan memanfaatkan dana desa, Indonesia tidak perlu bergantung pada bantuan asing. Dana asing sudah sedikit, syaratnya pun banyak dan sulit,” katanya.

Apalagi, lanjutnya, bantuan asing penuh dengan kepentingan yang bertujuan untuk melemahkan komoditas unggulan Indonesia seperti perkebunan sawit dan industri kehutanan.

Menurut dia, dengan memanfaatkan dana desa pemberdayaan masyarakat bisa terus digenjot, bersamaan dengan itu sosialisasi mencegah masyarakat terlibat dalam pembakaran lahan bisa diintesifkan.

Irman mencontohkan program desa bebas api yang kini dijalankan oleh sejumlah perusahaan, sebagai upaya kolaboratif yang terbukti berhasil menekan titik api.

“Pengendalian kebakaran memang harus melibatkan seluruh stakeholders, jangan saling menyalahkan,” katanya.

Peneliti Cifor (pusat studi kehutanan internasional) Herry Purnomo mengungkapkan hasil risetnya di Riau menunjukan kebakaran, sebanyak 61 persen terjadi di areal “open acces”.

Menurut dia, pelaku pembakaran adalah para petualang lahan dengan latar belakang yang beragam, termasuk unsur masyarakat.

Herry juga mengungkapkan, investor kelas menengah menjadi pihak yang paling rawan terlibat dalam pembakaran, karena kerap mengabaikan legalitas.

“Untuk melawan pembakaran maka perlu penguatan jaringan orang baik melawan institusi ilegal,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Irsyal Yasman menyatakan kebakaran disebabkan faktor yang kompleks dari aspek sosial, politik dan ekonomi.

“Jadi penyelesaiannya pun harus komprehensif dan kolaboratif multipihak,” katanya.

Irsyal menekankan tentang pentingnya kejelasan penguasaan lahan di tingkat tapak sebagai penanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Untuk itu, tambahnya, percepatan perizinan berbasis masyarakat di areal “open acces” pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.

Menurut dia, untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, anggota APHI terus bersiap, selain berkolaborasi dengan masyarakat di tingkat tapak, juga membangun sistem deteksi dini bekerja sama dengan Persatuan Sarjana Kehutanan, kemudian peningkatan sarana dan prasarana untuk pengendalian kebakara hutan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan