Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya Yudha mengakui adanya pembatasan informasi dari pemerintah ihwal renegosiasi PT Freeport Indonesia. Pasalnya, menurut Satya pemerintah tidak menjelaskan secara detil apa alasan dilakukannya renegosiasi dengan Freeport.

“Memang sekarang ada keterbatasan di eksekutif. Berkali-kali kami bicara anda melanggar. Tapi mereka selalu katakan masalah pendekatan ekonomi,” heran Satya, di Jakarta, Sabtu (17/10).

Lebih jauh disampaikan Satya, pada dasarnya pemerintah sadar betul bahwa dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, tidak ada satu pun Pasal yang mengatur soal perpanjangan kontrak penambangan.

“Pemerintah tahu ini (renegosiasi dengan Freeport) sesuatu yang di luar ketentuan UU Minerba,” sesalnya.

Seperti diwartakan sebelumnya, dalam renegosiasi dengan Freeport, Kementerian ESDM sebagai lembaga yang berwenang, akan menyuarakan 11 aspirasi, yang diharapkan dapat dimasukkan dalam perjanjian baru.

Tim ahli bidang komunikasi Kementerian ESDM, Rudi Gobel menyebutkan, beberapa poin dari aspirasi tersebut merupakan permintaan dari pihak pemerintah daerah. Salah satu yang diminta oleh pemerintah daerah setempat yakni peningkatan intensitas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR).

“Ada banyak poin sebenarnya. Ada 11 aspirasi dari daerah. Contohnya, misalnya intensitas kegiatan CSR ditingkatkan, kemudian berikutnya mendorong supaya Freeport melibatkan masyarakat lokal menjadi karyawan, kemudian penggunaan bank nasional, menyerahkan bandara timika itu ke pemerintah Papua,” papar Rudi.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby