Puluhan aktivis pegiat Anti Korupsi melakukan aksi damai dihalaman KPK Jakarta, Senin (12/10/2015). Dalam aksinya mereka menolak Revisi RUU nomor 30 tahun 2002 yang dianggap melemahkan tugas dan fungsi KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi

Jakarta, Aktual.com – Pernyataan Presiden Joko Widodo yang membuka peluang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) guna membatalkan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap sebagai bentuk kemunduran. Terlebih wacana itu diangkat Presiden Jokowi setelah mendapat desakan.

Pengamat politik dan hukum Sulthan Muhammad Yus mengatakan adanya usulan dan desakan agar presiden mengeluarkan Perppu terhadap revisi UU KPK dinilai salah kaprah.

Dia menilai Perppu menurut konstitusi murni kewenangan legislasi yang dimiliki presiden tanpa melibatkan DPR dan pihak manapun. Tetapi tidak serta-merta presiden dapat mengeluarkan Perppu secara serampangan.

“Ada kriteria agar Perppu dapat dikeluarkan, yaitu Perppu bisa dilakukan jika dalam keadaan darurat serta adanya kegentingan yang memaksa, terjadi kekosongan hukum, dan atau ada undang-undang tapi tidak cukup untuk mengatur kondisi yang sedang berjalan,” kata Sulthan, Sabtu (28/9).

Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia ini melanjutkan, bernegara itu ada ketentuannya, ada sistemnya. Tidak bisa karena ada gejolak, lantas itu diasumsikan sebagai kegentingan yang memaksa sehingga Perppu bisa dikeluarkan begitu saja. Alasan subjektivitas presiden juga harus kuat dan memenuhi kriteria tersebut.

Artikel ini ditulis oleh: