“Oleh karena itu, saya tidak melihat keharusan sama sekali bagi presiden untuk mengeluarkan Perppu. Konstitusi kita telah mengatatur tentang mekanisme jika sebuah regulasi dianggap bermasalah. Ada legislatif review, ada eksekutif review juga ada judicial review,” kata dia.

Sementara itu, lanjut Sulthan, UU KPK yang baru dilahirkan belum ada nomornya dan belum masuk dalam lembaran negara. Seharusnya semua pihak menunggu dahulu terbit, baru kemudian memberikan pertentangan lewat jalur yang diatur konstitusi.

“Beginilah idealnya cara kita dalam bernegara. Negara tidak boleh terjebak pada penggiringan opini bahwa UU KPK adalah bentuk pelemahan, dicoba dahulu KPK berjalan dengan UU baru, lalu disimpulkan. Tolong jangan suuzan berlebihan,” jelas dia.

Lebih lanjut kata Sulthan, pemaksaan pengeluaran Perppu karena desakan bisa jadi preseden buruk ke depan. Dia juga menganggap selama ini KPK dalam menangani perkara selalu mengatakan jika berkeberatan jangan bermain dengan opini. Ada jalur hukum yang bisa ditempuh. Misalnya praperadilan, lalu jika merasa tidak bersalah silahkan buktikan di persidangan.

“Nah, ini di soal revisi UU KPK kok standar ganda. Pakai logika yang sama dong, tempur saja jalur konstitusional yang tersedia. Dan bagi saya, Perppu bukan salah satu dari jalur yang tersedia tersebut dalam masalah revisi UU KPK ini,” jelas dia.

Artikel ini ditulis oleh: