Jakarta, Aktual.com – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menginginkan lokasi Halim Perdanakusuma menjadi stasiun awal kereta cepat Jakarta-Bandung saat ini masih belum juga mencapai titik temu.

Pasalnya, penentuan lokasi Halim hingga kini mendapat resistensi dari pihak TNI Angkatan Udara (AU), karena Halim masih dianggap sebagai lokasi militer strategis yang perlu dilindungi. Untuk itu, proses mediasinya belum juga selesai dan kemungkinan perlu peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memutuskannya.

Menurut Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, peran Presiden Jokowi memang penting mengingat posisi Halim dan proyek kereta cepat dianggap strategis.

“Saya setuju, kalau penentuan Halim sebagai stasiun kereta cepat itu ada di tangan Presiden. Karena selama ini tidak bisa diselesaikan olen jajaran anak buah Presiden,” tutur Bobby kepada Aktual.com, Minggu (3/7).

Lambatnya penyelesaian selama ini, kata dia, karena masih lemahnya koordinasi di kabinet Jokowi. “Sehingga pada akhirnya memerlukan kebijakan Presiden untuk menyelesaikannya,” inbuh dia.

Padahal, dia melanjutkan, di satu sisi proyek kereta ini diharapkan selesai sesuai jadwal, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat banyak. Namun di sisi lain, perlu juga diperhatikan posisi strategis kawasan Halim.

“Jangan sampai operasional militer Republik Indonesia ini malah terganggu,” jelas Bobby.

Lemahnya koordinasi antar menteri di kabinet Jokowi, sebut Bobby, memang terjadi di semua sektor. “Makanya, kondisi ini yang membuat perlunya ada reshuffle kabinet, karena adanya tingkat koordinasi yang lemah akibat ego sektoral ini,” cetus dia.

Sebelumnya, Direktur Utama PT KCIC, Hanggoro Budi Wiryawan menegaskan, pihaknya mensinkronkan soal Halim baik itu versi KCIC maupun versi TNI AU. “Kita akan bahas lebih detail lagi sehabis lebaran. Kita berharap proyek strategis nasional ini ada previlage lah. Dan dapat persetujuan dari pihak TNI AU,” tegas dia pekan lalu.

Pihak KCIC sendiri nantinya akan menggunakan lahan di Halim untuk stasiun kereta cepat itu seluas 15 hektare (ha). Pihak KCIC berharap, ada solusi serta tidak menaggunggu Halim sebagai bandara militer yang strategis.
“Saat ini, kami masih melakukan proses mediasi. Kami sudah rapat di Mabes TNI AU dan juga di Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Intinya, kami terus mengerucut (pembahasannya) agar dapat izin pemanfaatan lahan di kawasan Halim tersebut,” harap Hanggoro.

Bahkan pihak KCIC tidak memiliki alternatif daerah lain untuk stasiun kereta cepat, jika kawasan Halim ditolak TNI AU.

“Kami tidak menyiapkan alternatif daerah lain (selain Halim). Kalau ada deadlock kami lapor Presiden. Kami harap Presiden yang menentukan,” pungkas Hanggoro.

 

Laporan: Bustomi

Artikel ini ditulis oleh: