Pada edisi 1 Mei 2017, di SCMP, Jake Van Der Kamp memberi judul opininya yang sangat menghentak. “Opinion : Sorry President Widodo, GDP Ranking are Economists’ Equivalent of Fake News.” (Opini: Maaf Presiden Widodo, Peringkat DGP Setara Berita Palsu Ekonomi).
Kata Abdulrachim, Jake mengutip ucapan Jokowi. “Indonesia’s economic growth is the third in the world after India and China,” said Indonesian President Joko Widodo. (Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar ketiga di dunia setelah India dan China).
Dengan nada yang menyeleneh, Jake menulis opininya dengan kalimat, Third in the world, is it? What world is that (Ketiga di dunia, bukan? Dunia apa itu?). “Jadi, pernyataan itu seakan-akan balik bertanya dari mana angka pertumbuhan ekonomi Indonesia berada nomor ketiga dunia tersebut?” kritiknya.
Selanjutnya, Jake menguraikan pendapatnya. Dia menulis, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2016 yang berada di angka 5,02 persen itu hanya berada di urutan ke-13 di dunia, bukan ketiga. Urutan tersebut pun bukan dunia tetapi di kawasan Asia.
Dalam paparan Jake, disebutkan 12 negara yang pertumbuhan ekonominya di Asia di atas Indonesia. Pertama, India (7,5%), Laos (7,4%), Myanmar (7,3%), Kamboja (7,2%), Bangladesh (7,1%), Filipina (6,2%), China (6,7%), Palau (5,5%), dan Timor Leste (5,5%).
“Setelah baca opini tersebut saya dibuat semakin heran dengan data yang ngawur itu. Apalagi Jake menulis pernyataan yang bikin penasaran. “Don’t let the facts get in way of good story.” (jangan biarkan ‘fakta-fakta’ itu menjadi cerita bagus),” jelasnya.
Menurut Abdulrachim, siapa yang memberi data yang ‘debatable’ itu yang disajikan di forum internasional saat Jokowi berkunjung ke Hong Kong, pastinya para menteri terkait yang harus menjelaskan dan bertanggung atas data-data yang dibantah pengamat ekonomi internasional itu.
“Jangan sampai Jokowi dipermalukan dengan data tak akurat di depan mata internasional. Memalukan,” kecam dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka