Gagasan pembentukan Kementerian Haji lahir bukan dari ruang hampa. Ia merupakan jawaban atas rentetan persoalan yang kerap menghantui penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Setiap musim haji, cerita serupa berulang. Antrean yang bisa mencapai 20–30 tahun, biaya perjalanan yang terus melonjak, hingga pelayanan yang kerap menuai keluhan.

Tahun lalu, publik dikejutkan oleh kasus jamaah yang terlantar karena gagal mendapat tenda dan katering di Mina. Di waktu berbeda, muncul laporan jamaah lansia yang tidak mendapat layanan medis memadai sehingga perjalanan spiritual mereka justru berubah menjadi penderitaan.

Masalah lain adalah soal keuangan dan tata kelola. Polemik pemanfaatan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sempat mencuat, menimbulkan pertanyaan publik, benarkah uang setoran haji yang triliunan rupiah itu dikelola dengan amanah dan transparan?

Belum lagi kasus jamaah yang batal berangkat karena kuota tidak jelas atau diduga diperdagangkan secara ilegal. Persoalan-persoalan ini telah membentuk citra bahwa berhaji dari Indonesia bukan hanya perkara spiritual, tetapi juga birokrasi panjang penuh kerumitan.

Karena itu, lahirnya Kementerian Haji adalah bentuk pengakuan negara bahwa urusan ini butuh perhatian penuh. Indonesia adalah negara dengan jamaah haji terbesar di dunia. Tidak layak bila tata kelolanya dikelola setengah hati.

Harapannya, kementerian baru ini tidak sekadar mengganti papan nama, tetapi menjadi pusat manajemen haji yang profesional, modern, dan berorientasi jamaah.

Tugas berat menanti. Panjangnya daftar tunggu, mahalnya biaya, hingga pelayanan di Arab Saudi yang tak selalu sepadan dengan biaya besar harus menjadi prioritas. Kementerian Haji harus memperkuat diplomasi dengan Arab Saudi, mengakselerasi digitalisasi layanan, serta menjamin transparansi dana.

Optimisme masa depan hanya akan terwujud bila kementerian ini mampu mengubah wajah penyelenggaraan haji dari ‘lahan’ masalah menjadi ladang pelayanan. Publik menunggu bukti, haji harus kembali ke esensi sebagai perjalanan suci yang difasilitasi negara dengan amanah, adil, dan bermartabat.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto