Jakarta, Aktual.com —Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyayangkan dengan langkah dan sikap terhadap tokoh-tokoh seperti Erry Riyana, Lin Che Wei dan Natalie Subagio yang terkesan berani untuk melindungi Direktur Utama Pelindo II RJ Lino dalam kasus perpanjangan JICT ke Hutchison Port Holding (HPH) Hongkong yang jelas-jelas melanggar UU dan merugikan Negara.

“Ketiga tokoh ini selama ini terkenal memiliki reputasi yang cukup baik. Namun kesediaan Erry, Lie dan Natalie sebagai perwakilan Komite Pengawas Pelindo II mancari-cari pembenaran atas langkah-langkah Lino melalui konferensi pers (10 Agustus 2015) sungguhlah memalukan,” ujar Ketua SP JICT, Nova Hakim kepada wartawan, Selasa (11/8).

Menurutnya bahwa SP JICT ingin mengungkapkan kepada media dan publik agar tidak tersesat oleh pernyataan Erry dan kawan-kawan. Untuk itu SP JICT perlu memberi penjelasan seperti Erry dan kawan-kawan menggambarkan perpanjangan konsesi JICT pada HPH berlangsung dengan cara yang benar dan taat hukum.

“Padahal perpanjangan konsesi yang diputuskan Lino itu memiliki cacat mendasar dimana perpanjangan konsesi dilakukan tanpa meminta izin pada Menteri Perhubungan sebagaiamana diwajibkan dalam UU Pelayaran 2008,” paparnya.

SP JICT sambung Nova merasa heran bahwa Erry dan kawan-kawan yang selama ini dikenal sebagai tokoh anti korupsi mengabaikan begitu saja ketentuan hukum tersebut. “Bahwa Erry dan kawan-kawan adalah Komite Pengawas seharusnya tidak membuat mereka kehilangan objektivitas dan integritas,” katanya.

Lebih lanjut Nova mengatakan bahwa SP JICT heran dengan pernyataan Erry dan kawan-kawan yang menyatakan proses perpanjangan konsesi JICT ke HPH berlangsung transparan dan melalui tender. “Nampaknya Erry dan kawan-kawan sudah dibohongi atau memperoleh informasi salah,” katanya.

Selain itu sambung Nova dengan pernyataan Natalie Subagjo yang menyatakan HPH membayar uang muka sebesar USD 215 juta (yang sebenarnya hanya setara dengan keuntungan JICT selama dua tahun) dan uang sewa USD 85 juta fix per tahun.

“Dengan mengatakan itu, Natalie nampaknya ingin menunjukkan bahwa perpajangan konsesi itu sebenarnya menguntungkan Indonesia,” tukasnya.

SP JICT juga heran dengan pernyataan Lin Che wei yang menyatakan HPH layak mengoperasikan JICT karena sudah mengenal medan internasional.

“Perlu diketahui cara kerja pelabuhan petikemas adalah sama di seluruh dunia. Terminal Petikemas Surabaya, misalnya, pernah berganti operator dari P&O Australia menjadi Dubai Port dan berjalan baik sampai sekarang,” imbuhnya.
Kelima, Erry dan kawan-kawan tampaknya masih percaya SP JICT melakukan sabotase sehingga merugikan negara, padahal istilah sabotase itu digunakan oleh Lino untuk menyudutkan SP.

Dikatakan Nova bahwa SP JICT tidak pernah melakukan sabotase. Yang dilakukan SP JICT adalah aksi solidaritas terhadap dua pegawai JICT yang dipecat secara semena-mena oleh Lino tanpa tunduk pada prosedur hukum yang benar. Begitu kedua pegawai itu dipekerjakan kembali, aksi solidaritas pun dihentikan.

“SP khawatir bahwa bila Komite Pengawas sampai menggunakan data yang salah dan tidak akurat secara mendasar seperti ini, Komite Pengawas memang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik,” katanya.

Namun lebih dari itu, SP melihat bahwa memang ada upaya sengaja untuk menyebarkan ‘kebohongan’ secara terencana dalam rangka mensukseskan perpanjangan konsesi JICT ke HPH.

“Karena itu, agar persoalan ini tidak berlarut-larut dan mengorbankan banyak pihak, SP meminta pemerintah turun tangan dengan menghentikan perpanjangan konsesi JICT, meninjau kembali pilihan-pilihan yang ada secara seksama dan segera mengambil keputusan sesuai hukum dan kepentingan rakyat seluas-luasnya sesuai prinsip Nawacita,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid